Cepu Sarang Naga

Written By Unknown on Kamis, 03 Oktober 2013 | 08.30

(Potret Budaya dan Perspektifnya bagi Pemuda)[1]
Oleh M. Moentadhim S.M.[2]


APA ITU BUDAYA? Secara etimologis, kata “budaya atau kebudayaan berasal dari bahasa Sanskerta… buddhayah, yang merupakan bentuk jamak dari buddhi (budi atau akal) diartikan sebagai hal-hal yang berkaitan dengan budi dan akal manusia,” demikian ditulis dalam laman kamus Wikipedia.[3]

“Dalam bahasa Inggris, kebudayaan disebut culture, yang berasal dari kata Latin: colere, yaitu mengolah atau mengerjakan; Bisa diartikan juga sebagai mengolah tanah atau bertani. Kata culture juga kadang(-kadang) diterjemahkan sebagai “kultur” dalam bahasa Indonesia.”[4]

Sekarang, saya ingin kukuhkan pendapat di atas dengan apa yang ditulis orang dalam Dictionary of Cultural Literacy. “Kebudayaan merupakan ‘jumlah’ dari seluruh sikap, adat(-)istiadat, dan kepercayaan yang membedakan sekelompok orang dari[5] kelompok lain; Kebudayaan ditransmisi… melalui bahasa, objek material, ritual, institusi (misalnya sekolah), dan kesenian, dari s.atu generasi kepada generasi berikutnya.”[6]

Jadi, budaya itu mencakup segala kegiatan manusia. Entah kenapa setelah Kongres Kebudayaan memerikannya demikian, hingga sekarang, orang masih juga memaknai budaya dalam arti sempit sebagai kesenian dan tradisi serta adat-istiadat. Salah kaprah memang susah diluruskan, apa boleh buat.

(1)  Ngloram-Jipang

CEPU SARANG naga? Yang saya maksud naga ialah Cah (dari bocah, Jåwå: “nak” dari “anak”) Cepu yang berprestasi, sehingga dapat dijadikan suri teladan. Terlalu banyak Cah Cepu berprestasi luar biasa pada bidangnya masing-masing. Berikut ini saya contohkkan lima naga saja.

Naga pertama tidak begitu dikenal orang. Namanya entah siapa. Gelarnya Haji[7] Wurawari (w. 1032 M). Jabatannya pemimpin Kerajaan Lwaram (kini: Desa Ngloram, Kecamatan Cepu, Kabupatèn Blora, Jåwå Tengah).

Prestasinya: menghancurkan istana Wwatan (kini: entah desa apa di Kecamatan Maospati, Kabupatèn Madiun, Jåwå Timur), tempat kedudukan Prabhu Dharmåwångså Teguh (k. 991[8]–1006 M), saat pesta perkawinan Herlånggå[9] (Bedahulu, Bali, h. 990–1049 M, Belahan, Pasuruan, k. 1009–1042 M)[10] dengan Dèwi Laksmi, yang Haji Wurawari juga mencintainya.

Dengan kata lain, Cah Ngloram inilah yang mengakibatkan Kerajaan Medang Mataram (k. 732–1006 M) måhåpralåyå (kiamat).

Naga kedua tak pelak lagi ialah Adipati Aryå Penangsang (k. 1521–1549 M), yang sejak masih bocah sudah berkuasa, diembani oleh Patih Aryå Matahun. Namanya mungkin Ibråhim[11]. Kadipatèn Jipang Panolan merupakan daerah andalan Kesultanan Demak (k. 1475–1549 M). Wilayahnya luas, termasuk Blora dan Pati.

Pada masa ayahnya, Radèn Kikin gelar anumerta Pangéran Sekar Sédå ing Lèpèn (w. 1521 M), di Jipang Panolan, tinggal Sunan Ngudung,[12] yang nama kecilnya Malik al-Fajri atau Radèn Mukti. Inilah ayah guru Aryå Penangsang, Pengulu Råhmatullåh[13] gelar Sunan Kudus II, yang boleh jadi lahir semasa ayahnya tinggal di Bhumi Jipang.[14] Konon, pensyiar Islam inilah yang menciptakan wayang golèk purwå atau wayang krucil atau wayang klithik.[15]

 (2)  Merah-Cepu

KITA MELOMPAT ke era pemerintah kolonial Hindia Belanda. Keluarga besar Kelurahan Cepu menetaskan dua naga yang lain. Lurah Cepu yang saya maksud itu Kartådikråmå, ayah Mas Marco Kartodikromo, wartawan yang dibuang ke Digul oleh penjajah.

“(Pada)… zaman penjajahan, (buku) wartawan yang hidup pada kurun waktu 1890–1935 (M) itu… banyak dibredel (oleh) pemerintah kolonial Belanda. Tak cukup dibredel, pria kelahiran Cepu… ini sempat mengalami hidup di pembuangan.” Bukunya yang dilarang itu antara lain: Student Hidjo, yang ditulis pada tahun 1919 dan Rasa Merdeka, karya tahun 1924.[16]

Lurah Kartådikråmå itu juga bapak Kartåsuwiryå, ayah dari Sekarmadji Maridjan (S.M.) Kartosoewirjo, pemimpin Darul Islam/Tentara Islam Indonesia (DI/TII). Kakek buyut Sekarmadji Maridjan ialah Rånådikråmå, lurah Mèrah[17], kini Mulyorejo, Kecamatan Cepu.

Mas Marco dan Sekarmadji Maridjan ialah dua dari tiga “Tri Abangan dari Hutan Jati”. Siapa yang satu lagi? Tokoh ini tak lain dari “guru agama-spiritual” Sekarmadji Maridjan, Notodihardjo, pemuka Partai Sarekat Islam Indonesia (PSII) di Kawedanan Padangan, Kabupatèn Bojonegoro.

“Sekarmadji Maridjan Kartosoewirjo lahir pada tanggal 7 Januari 1907 di Cepu, kota dengan romansa Bengawan Sålå dan belukar hutan jati. Sang Ayah, Kartosoewirjo, mantri candu pemerintah Belanda, memberinya nama Sekarmadji Maridjan. Kelak nama ayahnya disematkan di belakang nama Sang Bayi. Kakek Si Orok ialah Kartodikromo, lurah Cepu. Rumah Sang Kakek, tempat Sekarmadji lahir, di belakang pasar lama, kini telah musnah.”[18]

“Yang tersisa ialah rumah di Jalan Raya Cepu 15, milik Kartodimedjo, paman Sekarmadji, yang sempat menjadi pamong pråjå pemerintah Belanda. Rumah kayu jati berkapur putih yang dibangun pada tahun 1890 itulah tempat berkumpul keluarga besar Kartodikromo. ‘Ini rumah induk, tempat jujugan keluarga besar kami,’ kata Nuk Mudarti, 75 tahun, keponakan Sekarmadji.”[19]

Deretan panjang nama Cah Cepu dapat saya sebutkan. Saya hanya memilih lima naga saja. Koq mayoritas tokoh yang saya pilih ini rada-rada terkesan pemberontak? Pertanyaan berikutnya ialah mereka memberontak terhadap siapa? Apa pula kepentingannya?

Saya menyatakan bahwa ini hanya masalah sudut pandang. Setiap sikap itu, pinjam istilah Jåwå, ånå empan lan papané. Segala sesuatu tergantung konteksnya. Tetapi, adagium Jåwå yang sekarang lebih pantas dipegang sesuai dengan konteks zamannya ialah jer basuki måwå béyå, yang konyolnya sering membuat orang biyayakän.

(3)  Langkah Nyata

ANDA PASTI masih ingat bunyi Soempah Pemoeda yang dibacakan pada waktu Kongres Pemoeda yang diadakan di Waltervreden (sekarang: Jakarta) pada tanggal 27–28 Oktober 1928.

 1.   Kami poetra dan poetri Indonesia mengakoe bertoempah darah jang satoe, tanah air Indonesia,

2.   Kami poetra dan poetri Indonesia mengakoe berbangsa jang satoe, bangsa Indonesia,

3.   Kami poetra dan poetri Indonesia mengdjoengdjoeng bahasa persatoean, bahasa Indonesia.

 Djakarta, 28 Oktober 1928.[20]

Apa konteks Soempah Pemoeda ini dengan sejarah kunå dan modern yang saya ceritakan pada bab satu dan dua? Haji Wurawari berpihak pada Kemaharajaan ŚriWijåyå dan memusuhi Imperium Medang Mataram. Sekarang, keduanya sudah menyatu dalam pangkuan bumi pertiwi Indonesia Raya.

Aryå Penangsang sebagai ahli waris sah takhta Kesultanan Demak harus rela sabar lan narimå menunggu kesabarannya habis, baru membumihangus Kota Demak. Ia masih menjalani tugas ksatrianya sebagai sénåpati ketika raja yang mengambil takhtanya, Sultan Trenggånå (k. 1521–1546 M), menyerang Panarukan. Ia masih dapat juga membiarkan Sunan Prawåtå (k. 1546–1549 M) berkuasa. Ini berarti ia masih dapat mengamalkan adagium sakdumuk bathuk saknyari bumi pada konteksnya.

Kedua naga ini menjadi pejabat pemerintah. Sekarmadji Maridjan Kartåsuwiryå pada dasarnya juga ingin menjadi penguasa. Tetapi, Pengulu Råhmatullåh gelar Sunan Kudus II menciptakan salah satu jenis wayang, sementara Mas Marco Kartodikromo menjadi wartawan yang tulisannya tajam, dengan memanfaatkan keahliannya ber-jarwå dhosok.

Dengan kata lain, pemuda haruslah menjadi, dadi uwong. Pilihan profesi sangat terbuka, terserah mau memilih jadi apa saja. Sebelum menjadi, pemuda haruslah nJåwå (mengerti). Apa yang harus dimengerti? Yang harus dipahami ini mau tak mau (sine qua non) ialah potensi, baik yang ada dalam diri maupun bumi pertiwinya.

Saya tak akan lagi bicara soal potensi minyak bumi dan hutan jati yang sudah dihaki oleh pemerintah pusat. Anda –pemuda– juga sudah tahu bagaimana mengambil peran dalam pemanfaatan kedua sumber daya alam ini. Marilah kita gali potensi lain yang boleh dibilang masih perawan atau belum terlalu terjamah di Bhumi Penangsang.

Apakah Anda tahu di aliran Bengawan Sålå dekat Ngloram, misalnya, ada pemandangan indah yang orang kunå menyebutnya bregåjå? Tidak inginkah Anda situs Nglinggå Kerajaan Lwaram dan situs Kadipatèn Jipang tetap bisa dinikmati anak cucu kita? Inilah potensi wisata yang Anda dapat garap dalam konteksnya yang sangat luas. Lihatlah bagan berikut ini.[21]


Griyå Ciptadi, mBalun mBulakan, Cepu, Selasa 23 Oktober 2012.

[1]       Makalah Diskusi Publik Refleksi Sumpah Pemuda di Pendapa Sasana Widya Praja, Kecamatan Cepu, Jalan Ronggolawe No. 44, Kota Cepu 58312, pada hari Kamis 25 Oktober 2012.08:00-selesai.

[2]       MMeSeM itu penasihat Paguyuban Malem Jemuah Pahing (PMJP), badan penyelenggara Pasar Seni Cepu (PSC), yang ketika dimulai pada hari Sabtu 24 Maret 2012 bernama Pasar Seni Tukbuntung (Sarnitung). PSC diadakan di sisi selatan Simpang Tujuh Jalan Ronggolawe. MMeSeM lahir di Desa Jetis, Kota Blora, pada hari Minggu Legi 2 Mei 1954. Pada tahun 1969, saat kelas 3 SMP Negeri Cepu, MMeSeM mendirikan Sanggar Jångkå Langit di Jalan Arya Jipang No. 22 (kini: 41), Balun. MMeSeM pensiunan penanggung jawab Penerbit Antara Pustaka Utama (PAU), unit usaha strategis (UUS) Lembaga Kantor Berita Nasional (LKBN) Antara, tempat ia bekerja pada tahun 1981 hingga tahun 2003.

[3]       Anonim, “Budaya,” dalam http://id.wikipedia.org/, terakhir diubah pada 10 Oktober 2012.18.10.

[4]       Ibid.

[5]       Saya ubah dari aslinya: dengan –MMeSeM.

[6]       Yudhi M., “Pengertian Kebudayaan,” dalam http://yudhim.blogspot.com/, 24 Januari 2008, dengan mengutip Dictionary of Cultural Literacy.

[7]       Haji itu raja vassal, raja bawahan –MMeSeM.

[8]       Angka tahun mulai bertakhta Darmåwångså Teguh ini saya ambil dari Anonim, “Dharmawangsa Teguh,” dalam http://id.wikipedia.org/, terakhir diubah pada 7 Desember 2009.07:54.

[9]       Saya ganti dari aslinya: Airlånggå, karena “air” dalam bahasa Jåwå Kunå ialah her –MMeSeM.

[10]       Angka tahun lahir Herlånggå saya ambil dari Anonim, “Airlangga,” dalam http://id.wikipedia.org/, terakhir diubah pada 29 November 2010.05:46. Ia menikah pada usia 16 tahun, saat istana di Wwatan ibu kota Medang Mataram, kerajaan mertuanya, Darmåwångså Teguh, diserbu, hingga Sang Raja gugur. Tiga tahun kemudian rakyat mendaulat Herlånggå agar mendirikan kembali kerajaan.

[11]       Hal ini dikatakan oleh Nassirun Purwokartun, pengarang tetralogi Arya Penangsang, dalam chattingFacebook dengan MMeSeM belum lama ini.

[12]       Solichin Salam, Sekitar Wali Sanga, Penerbit Menara Kudus, cetakan kedua, 1963, halaman 51. Lihat juga H. Sayid Husein al-Murtadho, Keteladanan dan Perjuangan Wali Songo dalam Menyiarkan Agama Islam di Tanah Jawa, Penerbit Pustaka Setia, Bandung, cetakan pertama, Mei 1999, halaman 131, dengan mengutip Mohammad Zaini A.A., Kisah Wali Sanga, Bintang Terang 99, Surabaya, tanpa tahun, halaman 146.

[13]       Nama saya ambil dari H.J. de Graaf dan Th.G.Th. Pigeaud, Kerajaan Islam Pertama di Jawa: Tinjauan Sejarah Politik Abad XV dan XVI, PT Pustaka Utama Grafiti dan Perwakilan KITLV, Jakarta, cetakan keempat, 2001, halaman 56, dengan mengutip Jan Edel, Hikayat Hasanuddin, Meppel, 1938. Buku Graaf-Pigeaud ini terjemahan dari De Eerste Moslimse Vorstendommen op Java: Studien Over de Staatkundige Geschiedenis van de 15 de en 16 de Eeuw, seri VKI No. 69. VKI itu Verhandelingen van het (rangkaian terbitan) KITLV, sedangkan KITLV ialah Koninlijk Instituut voor Taal-, Land- en Volkenkunde.

[14]       Mohammad Guntur Shah dan Martin Moentadhim S.M. (editor), Sit-Lam: Sejarah Cina-Islam di Indonesia, manuskrip, Sanggar Jangka Langit, Bekasi, 2003, halaman 122.

[15]       S. Haryanto, Pratiwimbå Adhiluhung: Sejarah dan Perkembangan Wayang, Penerbit Djambatan, Jakarta, 1988, halaman 33, dengan mengutip Serat Centhini.

[16]       WaroengBhatiek, “Buku-buku yang sempat dilarang,” dalam http://waroengbhatik.file.wordpress.com, 14 Oktober 2010.

[17]       Saya ganti dari aslinya: Merak, Panolan –MMeSeM.

[18]       Anonim1, “Tri Abangan dari Hutan Jati,” dalam…

[19]       Ibid.

[20]       Teks ini saya dari http://www.sumpahpemuda.org/.

[21]       MMeSeM, “Tanpa Pantai Blora Tak Punya Wisata Tirta? No Way!”, dalam Tapak Jentera, lembar khas ekowisata Koran Mingguan Cahya, Cepu, Edisi No. 1/Th. I, 29 April 2005, halaman 21.
Share this article :

+ komentar + 1 komentar

7 September 2020 pukul 04.36

Keren...walau telat baca

Posting Komentar

Translate

Selamat Datang di Sanggar Jangka Langit

JANGKA LANGIT

Pengikut

Popular post

 
Support : Creating Website | Jangka-Langit | Martin
Copyright © 2013. JANGKA LANGIT - All Rights Reserved
Template Created by Creating Website Published by Jangka-Langit
Proudly powered by Jangka-Langit