PALING TIDAK ADA tiga peneliti yang menjadi teladan saya --Martin Moentadhim S.M.[2]--sebagai “pelajar otodidak” saat saya “terjebak” keinginan untuk melakukan riset “amatiran” dan menulis sejarah Wali Sångå[3]. Siapakah ketiga periset tersebut? Nanti hal ini akan saya jelaskan seiring dengan inti kesimpangsiuran tersebut secara semi-ilmiah.
Dari daftar kerajaan inisaja, kita sudah tahu mana yang ada dalam catatan sejarah, mana yang tidak aliashanya dongeng belaka. Secara teoretis hal ini dijelaskan oleh salah satuperiset teladan saya: Dr. Ong Hean-Tatt dari negeri serumpun, Malaysia.
Dua peneliti teladan sayaialah H. Rosihan Anwar, yang tidak akan saya singgung sama sekali dalamtulisan ini, dan Martin van Bruinessen.
(1) Perangkap Sejarah
MENULIS
SEJARAH mengandung perangkap.Sedikit-dikitnya ada tiga jebakan yang
menunggu pengarang terjerumus kedalamnya. Lebih-lebih, penulisan sejarah
tergantung pada:
• ada-tidaknya bukti arkeologis dan
• dapat diandalkan atau tidaknya catatantertulis yang tersedia.
Dalam hal yang terakhirinilah, tiga jebakan itu tersembunyi, yakni:
• personifikasi: proses yang menjadikangambaran yang sepenuhnya abstrak seperti kebudayaan dan periode sejarah sebagaipribadi legendawi yang tidak maujud,
• euhemerisasi: proses yang menjadikanmitologi sebagai dasar penyusunan kembali fakta sejarah. Personifikasi dapatdiikuti euhemerisasi, misalnya tokoh yang tidak maujud itu menjadi mitos danmitos menjadi fakta,
• antromorfisme: proses yang memitoskanmanusia dan peristiwa kunå yang nyata. Dengan demikian, fakta dimitoskan.[5]
Karena itu, ada penulis yangmenambahi judul bukunya anak kalimat between myth and reality (antaramitos dan kenyataan).[6]
(2) Syèkh Subakir
BILA SAYA masukkan ke dalam senarai Wali Sångånama Syèkh Subakir,[7]
kisarantahunnya akan jauh mundur ke era Kemåhåråjåan Medang Mataram (k.
695--1006 M),tepatnya pada masa Çri Måhåråjå Samaråtunggå alias Samarågråwirå (k. 801--846M).[8]
Syèkh
Subakir dikisahkan berasaldari Persia (kini: Iran). Beliau datang
berdakwah ke Tanah Jåwå pada tahun 808Hijriyah (1404 M), bersama dengan
delapan wali periode pertama yang lain atasperintah Sultan Muhammad I dari Turki.[9]Setibadi Jåwå, mereka berbagi tugas. Syèkh Subakir berkeliling, menumbali tempatangker. Ia memilih tanah yang bagus untuk dijadikan pesantren. Padahal, lahanitu ditempati jin yang cenderung menyesatkan manusia. Syèkh Subakir membuattumbal dari batu.[10]Setelah banyak tempat ditumbali, ia pulang ke Persia pada tahun 1462 M danwafat di sana.
Kedelapanwali yang lain ialah:
1. Mawlana Malik Ibråhim, berasal dari Turki, ahlimengatur negara. (Sumber lain menyatakan ia juga ahli irigasi.[11])
2. Mawlana Ishaq, berasal dari Samarqånd,dekat Bukhårå, Rusia Selatan, ahli pengobatan.
3. Mawlana Ahmad Jamadil-Kubrå, berasal dariMesir.
4. Mawlana Muhammad al-Maghråbi, berasal dariMaroko.
5. Mawlana Malik Isrå’il, berasal dari Turki, ahlimengatur negara.
6. Mawlana Muhammad ‘Ali Akbar, berasal dariPersia (kini: Iran), ahli pengobatan.
7. Mawlana Hasan al-Din, berasal dari Palestina.
8. Mawlana ‘Aliy al-Din, berasal dari Palestina.[12]
(3) Penanaman Bibit Manusia
BEGITU
SEDIKIT diceritakan orang tentang SyèkhSubakir. Kalaupun ada yang
tertulis, kisahnya bercampur dengan mitos danlegenda. Lebih parah dari
itu, kedatangannya dikaitkan dengan penempatanpertama “bibit” manusia di
Tanah Jåwå,[13]yang terjadi pada paro kedua abad pertama Masèhi atau menjelang awal tahun Çåkå.
Padahal,mayoritas
orang Jåwå yakin, terjadinya tahun Çåkå berkaitan dengan kedatanganAji
Såkå dari Pallawa di India selatan. Ia mengalahkan raja raksasa
DéwåtåCengkar, yang konon suka memakan manusia rakyatnya sendiri. Aji
Såkå lalu bertakhtadi kerajaan Déwåtå Cengkar, menetapkan hari
kedatangannya sebagai awal Tahun Çåkå,menyebarkan agama Hindu, dan
menciptakan huruf Jåwå.[14]Versikunåasal-usul manusia Tanah Jåwå yang bersifat bellum omnium contra omnes(perang pemusnahan jenis manusia yang satu oleh jenis yang lain), bukan evolusi(perubahan pelan-pelan dari kera) seperti yang diduga oleh ilmuwan InggrisCharles Robert Darwin (h. 1809--1882 M), diceritakan oleh sejarahwan Cirebon,Pangéran Wångsåkertå (h. 16..-1713 M) dan Pangéran Sulaéman Sulendråningrat.
Versilain dari “penanaman” manusia di Tanah Jåwå malahan melibatkan Radèn NgusmanHaji dari Bani Israil.[15]Dongeng yang banyak diceritakan orang di wilayah Madiun dan Yogyåkartå inisangat boleh jadi berasal dari serat Paråmåyogå yang ditulis oleh RadènNgabehi (R.Ng.) Rånggåwarsitå (h. 1802--1873 M) dan baru “terbit”di Suråkartåpada tahun 1884 M.
Padahal,banyak sumber lain menyatakan Radèn Usman Haji itu tak lain dari Sunan Ngudung,ayah Sunan Kudus.
Yang pasti, baik Pangéran Wångsåkertå,Pangéran Sulaéman Sulendråningrat, maupun R.Ng. Rånggåwarsitå menggunakansumber yang sama: Jitapsårå karya Begawan Pålåsårå, yang mengutip PuståkåDaryå asal Tanah Hindustan, serta Miladuniren asal Najrån, Silsilatal-Guyub asal Sailan, Musarar, dan Jus al-Gubet asal TanahRum (-Asia atau Turki).[16]
(4) Agåmå Adam
MEMBUATTUMBAL dari batu? Agak sulit menjawab pertanyaan ini. Tradisi agåmå Adamajaran
Kiyai Samin Suråsentikå (h. 1859--1914 M), yang hidup di Blora,
tetapipengaruhnya merebak hingga Pati, Bojonegoro, dan Madiun --mungkin
jugaSawalunto-- justru mewariskan do’a Nabi Zakaria dalam hal mencari
lahan yangbaik untuk ditempati. Do’a ini diselipkannya dalam buku yang
diwariskannya, SeratLampahing Urip.
“Bilatanah
berwarna hitam, berbau amis, singkiri saja, tak bisa dihuni. Ini
do’aNabi Zakaria untuk menumbali tanah. Saratnya garam segenggam,
do’anya dibacatujuh kali, garam ditaburkan ke kiri, puasa sehari semalam
atau sehari. Insya-Ållåhta’ala, tidak kekurangan. Ini do’anya: Ållåhumma
ma’alaihi Nasirun. Annafirqun firqun qådirun, minnu ya Ållåh ya råbbal
‘alamin, waya khåirun nashirin,biråhmatika ya arhammarråhimin.”[17]Oh ya, sudah lama sayasebagai peneliti amatir menyimpan dugaan --bahasa kerennya hipotesis-- bahwaapa yang disebut agåmå Adam itu hanyalah bentuk akhir yangdisederhanakan dari paham manunggaling kawulå-Gusti yang diajarkan oleh waliagung Syèkh Siti Jenar. Pemikiran ke arah dugaan ini sudah muncul pada tahun2004, ketika saya mendapatkan buku karya Profesor Suripan Sadi Hutomo,khususnya setelah membaca “latar pendidikan” Kiyai Samin Suråsentikå yangdianggap sebagai pendiri ajaran Samin.
Akan tetapi, sungguh, masihsangat terkejut saya menyaksikan hasil wawancara Nak Mas Eko Arifianto TriWicaksånå dengan salah satu sesepuh Saminisme di Kabupatèn Blora, Supardji,yang berusia 58 tahun saat tanya-jawab itu dilakukan di Dukuh Jasem, DesaJepangrejo, Kecamatan Blora, kira-kira empat Kilometer arah selatan kota itupada tanggal 4 Mei 2008. Saya menonton “film wawancara” itu di rumah Mas Kokok--begitu Sang Penanya akrab dipanggil di kotanya-- di Jalan A. Yani No. 42A,Blora, Jåwå Tengah, pada hari Minggu Pahing tanggal 3 Surå 1943 Jåwå atau 20Desember 2009 M.
Inilah kalimat pengakuan PakPardji yang mengejutkan saya: “Lha nèk perkårå Samin, masalahisinipun Samin, punikå ingkang ngrintis pertama Samin kålåwau, pertamapunikå Kanjeng Sunan Syèkh Siti Jenar; punikå kenging dipun wastani benggolingwong Samin, jalaran Siti Jenar kålåwau ilmu ingkang embat, ingkang dipun perdipunikå namung ilmu makrifat.”
{Lha, kalau perihal Samin,masalah isi ajaran Samin, itu yang merintis… Samin tadi… itu Kanjeng SunanSyèkh Siti Jenar. (Tokoh inilah) yang dapat disebut cikal bakal orang Samin,karena ilmu yang dipelajari dan didalami oleh Siti Jenar itu hanya ilmumakrifat.}
Saya tak ingin membahas inilebih jauh. Saya mau melompat ke tokoh yang merupakan nenek moyang Wali Sångå.
(5) Jumadil-Kubrå itu Jamal al-Din al-Husayn?
Menurut mahakawisejarah Cirebon abad ke-17, Pangéran Wångsåkertå, Jamal al-Din Husayn itu anakdari Ahmad Syah bin ‘Abd Ållåh Syah (Amir) bin ‘Abd al-Malik bin ‘Alwibin Muhammad bin ‘Ali Ghåjam bin ‘Alwi bin Muhammad bin BaidÅllåh bin Ahmad bin Al-Baqir bin Idris bin Qåsim al-Kamil bin ImamJa’far Shådiq bin (Imam) Muhammad al-Baqir bin (Imam) Sayyid ‘Ali Zaynal-‘Abidin bin (Imam) Sayyidina Husayn bin Khålifah (/Imam) Sayyidina ‘Ali binAbi Thålib, menantu Nabi Muhammad s.a.w.[19]
Bandingkan ini dengan versilain berikut ini:
1. ‘Ali bin Abi Thålib r.a. memperistri Fathimahal-Zahrå berputra
2. Sayyid Husayn berputra
3. Sayyid ‘Ali Zayn al-‘Abidin berputra
4. Sayyid Muhammad Baqir berputra
5. Sayyid Ja’far al-Shådiq berputra
6. Sayyid Muhammad ‘Ali al-‘Uråidi berputra
7. Syaikh ‘Isa al-Bashri berputra
8. Syaikh Ahmad al-Muhajir berputra
9. Syaikh ‘Ubaidillåh berputra
10. SyaikhMuhammad Shåhib Mirbath[20]berputra
11. Syaikh ‘Alwi berputra
12. Syaikh‘Abd al-Malik, yang dilahirkan di kota Ghåsan, dekat kota Tarim di daerahHadhråmaut, pindah berdakwah ke India dan mendapatkan gelar Ahmad Khån,memperistri putri raja setempat, dan berputra
13. SyaikhMaulana ‘Abd al-Khån, yang mendapatkan gelar al-Adzamat (Amir) Khån, berputra
14. SyaikhMaulana Ahmad alias Imam Ahmad Syah Jalal, mubalighmasyhur di Jazirah India, wafat di Pakistan, berputra
15. SyaikhJamal al-Din Akbar al-Husayn, da’i pertama yang pindah ke Cempå[21]dan menikahi putri rajanya.[22]
Bagaimana memeriksa kebenaransilsilah ini? Saya akan mencoba mencari sumber yang sahih alias valid.
1. Råsul Muhammad s.a.w. (h. 570--632 M),[23]
2. Fathimah al-Zahrå + ‘Ali (w. 41 H/661 M, Najaf,Iraq)[24]bin Abi Thålib,
3. Husayn (w. 61 H/680 M, Karbala, Iraq),
4. ‘Ali Zayn al-‘Abidin (w. 94 H/712 M, Madinah),
5. Muhammad (al-)Baqir (w. 113 H/731 M,Madinah),
6. Ja’far al-Shådiq (w. 148 H/765 M, Madinah),[25]
7. Muhammad al-Dibaj[26].
Apakah Muhammadal-Dibaj ini sama dengan Muhammad ‘Ali al-‘Uråidi, yang berputra:
8. ‘Isa al-Bashri,
dan bercucu Ahmadal-Muhajir, saya belum mendapatkan sumber lain. Yang saya dapatkan barusilsilah MuhammadShåhib Mirbath:
9. Ahmad al-Muhajir,
10. ‘Ubaidillah,
11. ‘Alwial-Awwal,
12. Muhammad,
13. ‘Alwi al-Tsani,
14. ‘Ali Khåli' Qåsam,
15. Muhammad ShåhibMirbath (w. 556 H/1161M),
16. ‘Alwi gelar’Amm al-Faqih al-Muqåddam,
17. ‘Abd al-Malik.[27]
Demikianlah, nama Jamalal-Din al-Husayn al-Akbar menghiasi pohon keluarga turunan Nabi Muhammads.a.w. yang berasal dari Hadhråmaut. Tradisi yang berkembang di kalangan sayyidini percaya ia merupakan nenek moyang “bersama” mereka dan para wali yangmengislamkan Jåwå dan wilayah lain di Asia Tenggara.[28]
Meskipun mereka tidak terlalukunå, para kiyai Jåwå cenderung lebih memercayai versi sayyid iniketimbang apa yang tertulis dalam babad. Padahal, kaum Hadhråmi ini baruberdatangan dalam jumlah besar pada abad ke-19 M, meski pedagang dan ulamaindividual dari wilayah itu telah menetap di Pulau Jåwå berbilang abad danmenikah dengan wanita setempat.
Versi tertulis paling tuadari tradisi sejarah kaum Hadhråmi ini --yang pernah dilihat oleh Martin vanBruinessen-- ditulis oleh Sayyid ‘Alwi ibn Thahir ibn ‘Abd Ållåh al-Haddaral-Haddad, yang sampai wafat pada tahun 1962 ialah mufti Johor. Anehnya,Al-Haddad justru mengutip “ketrangan kedatangan bangsa ‘Aråb ke tanah Jawisangking Hadhråmaut” dari karya “sejarahwan Jåwå” Haji ‘Ali bin Khåiruddinyang ditulis dalam bahasa Jåwå atau Melayu.[29]
Namun, beberapa kiyai yang dikenalnyamemberitahukan bahwa kakek mereka percaya mereka turunan Jamal al-Dinal-Husayni. Orang yang bernama sama dikubur di Madinah. Anehnya, para kiyaiJåwå mengunjungi kuburan ini setelah menziarahi makam Nabi s.a.w. Padahal,silsilahnya tidak cocok dengan pohon keluarga Jamal al-Din al-Husayn.
Jamal al-Din al-Husayn ialah turunanimam keenam Syi’ah, Ja’far al-Shådiq, melalui cicitnya, Ahmadal-Muhajir, turunan Nabi s.a.w. yang pertama-tama menetap di Hadhråmaut. Enamgenerasi dari silsilah ini sama dengan pohon keluarga sayyid Hadhråmiyang terkemuka.[30]
Nenek moyang terakhir Jamalal-Din al-Husayn yang memiliki asal-usul sama dengan para sayyid ialahMuhammad Shåhib Mirbath. Cucunya, ‘Abd al-Malik, menetap di Nasräbad,India. Turunannya dikenal sebagai keluarga Adzåmat Khån dan menyandang berbagaigelar kehormatan. Cucunya, Ahmad, ayah Jamal al-Din al-Husayn, bahkandipanggil syah.[31]
Jamal al-Din al-Husayn danpara saudaranya, konon, mengembara di Asia Tenggara. Jamal al-Din al-Husaynsendiri pertama-tama menjejakkan kaki di Cempå[32]dan Aceh, lalu berlayar ke Semarang dan menghabiskan beberapa tahun di PulauJåwå, baru pindah ke pulau Bugis dan meninggal di sana.[33]
Putranya, Ibråhim Zaynal-Akbar, menikahi putri Cempå[34]dan berputra: Maulana Ishaq dan Råhmat Ållåh gelar Sunan Ampèl. Melaluiputranya yang lain, ‘Ali Nur al-‘Alam, Jamal al-Din al-Husayn juga menjadibuyut Sunan Gunung Jati. Putranya yang ketiga, Zayn al-‘Alim, ialah kakek MawlanaMalik Ibråhim.[35]
Akan tetapi, Martin vanBruinessen menulis, “bagi saya, cerita Jamal al-Din tampaknya merupakan hasilupaya abad ke-20 awal untuk mengoreksi legenda Jåwå. Kubrå diganti dengan kataArab yang lebih tepat, Akbar, Jumadi dengan nama Arab yang paling mirip, Jamalal-Din. ... Unsur yang tidak sesuai dengan Islam, seperti cerita perkawinansedarah, dibuang; demikian juga nama orang Persia, Syams-i Tabriz.”[36]
Ia mendukung hipotesisnyadengan hasil pengamatan R.B. Serjeant bahwa kaum sayyid di Hadhråmautsendiri “mengkritiknya (turunan sayyid yang dicampur-campur di Jåwå) danpendahulu Arab mereka yang tidak meneruskan memelihara daftar keluarga.”[37]
Entah apa pula komentarnyabila silsilah hasil kajian måhåkawi sejarah Cirebon abad ke-17, PangéranWångsåkertå, yang bergelar Panembahan Carbon I (k. 1677--1713 M),[38]berada di tangannya. Berikut ini silsilah tersebut:
18. ‘Abd al-Malik + putri India
19. Mawlana‘Abd Ållåh Khån al-Din
20. AhmadSyah Jalal al-Din alias Zayn al-‘Abidin al-Kabir, yang beradik SyèkhKadir Kaélani
21. Jamalal-Din al-Husayn alias Sèh Jumadil-Kubrå + Sitti Fathimah Kamarumi[39]
22. IbråhimZayn al-Akbar alias Ibråhim Asmåråkandhi, yang berkakak (2) Barkat Zaynal-‘Alim dan (1) ‘Ali Zayn al-‘Alim, yang tinggal di Mesir.
23. (1)Mawlana Ishaq, (2) ‘Ali Murtadlå, dan (3) ‘Ali Råhmat Ållåh alias RadènRåhmat gelar Sunan Ampèl.[40]
(6) Jumadil-Kubrå itu Najmal-Din al-Kubrå?
PENELITI
ASAL Belanda yang pernahbekerja untuk Lembaga Ilmu Pengetahuan
Indonesia (LIPI), Martin van Bruinessen,jauh lebih hati-hati. “... Serat Centhini
disusun pada awal abad ke-19,dan karena itu, tidak bisa dianggap sumber
yang (layak) dipercaya mengenaikeadaan abad ke-17 (M),” tulisnya dalam
salah satu buku hasil penelitiannya.[41]
Meskidemikian,
tentang Sèh Jumadil-Kubrå, ia berani menarik simpulan bahwa
“Rupanyanama ini, yang hampir dapat dipastikan merupakan penyimpangan
dari Najm al-Dinal-Kubrå, telah menempel dalam berbagai tokoh legenda
dan mitos, yang umumnyadianggap sebagai nenek moyang atau pendahulu dari
penyebar Islam di Jåwå--pengakuan tak langsung, mungkin, terhadap
prestise tarekat Kubråwiyyah padamasa Islamisasi Jåwå.”[42]Martin van Bruinessen jugamenulis, “Dalam tradisi babad yang berasal dari Jåwå Barat, Sèh Jumadil-Kubrådigambarkan sebagai nenek moyang Sunan Gunung Jati. Kronika Banten dan Cirebonmemberikan, dalam bentuk yang sedikit berbeda, silsilah yang telah disingkatkanberikut ini:”
· Nabi Muhammad s.a.w. - Fathimah + ‘Ali -Husayn - Zayn al-‘Abidin - Ja’far Shåddiq - Syèkh Zain al-Kubrå (atau Kabir) -Sèh Jumadil-Kubrå - Syèkh Jumad al-Kabir - Sulthån Bani Isrå’il - Sulthån Hut +Ratu Fathimah - Muhammad Nural-Din gelar Sunan Gunung Jati.[43]
Martin van Bruinessenmemberikan catatan:
1. Silsilah ini terdiri atas sejumlah bagian terpisah.Yang pertama menyebut turunan langsung dari Nabi s.a.w. sampai kepada ImamSyi’ah yang keenam, Ja’far Shådiq, tanpa menyebut ayahnya, Imam Syi’ah kelimaMuhammad al-Baqir.
2. Silsilah beberapa tarekat sufi, meski bukanKubråwiyyah, dimulai dengan bagian pertama ini. Demikian juga silsilah semua sayyiddari Hadhråmaut.
3. Bagian terakhir silsilah tersebut menyebut duaraja negara Islam mitologis, yang kadang-kadang dinamakan Mesir.
4. Hud ialah nama Nabi “Aråb” pertama yangdisebutkan dalam Al-Qurän, yang juga memakainya sebagai bentuk jamakorang Yahudi.
5. Banu Isrå’il ialah “turunan Isrå’il”, yangdipakai Al-Qurän untuk menyebut orang Yahudi, yang kadang-kadang jugamencakup kaum monoteis lain.[44]
“Yang misterius ialah tiganama di tengah, yang mirip nama Arab tetapi melanggar tata bahasa Arab. Sayapercaya bahwa Jumadil-Kubrå ialah satu-satunya nama yang sebenarnya dan bahwadua nama lain... dibuat dengan analogi, justru karena nama ini ialah nama aneh.Kata Arab kubrå (ditulis dengan huruf kbry) ialah kata sifat dalambentuk mu’annats (feminin), bentuk superlatif dari kata kabir(kbyr), ‘besar’. Bentuk kata mudzakkar (maskulin) yang sesuai ialah akbar(akbr). Ialah sangat aneh menjumpai kata al-kubrå, ‘yang mahabesar’,sebagai bagian dari nama... laki-laki,” tulisnya.
Menurut ia, “Najm al-Dinal-Kubrå ialah satu-satunya tokoh terkemuka yang disebut demikian dalam sejarahIslam; ia sering... hanya disebut dengan nama Kubrå. Sebutan ini merupakanbentuk singkat dari ungkapan Al-Qurän: al-tamma al-kubrå, ‘bencanabesar’, gelar yang diberikan kepadanya karena keahliannya dalam berdebat.”[45]
Ia melihat betapa mudah lidahJåwå bengkok dari Najmuddin al-Kubrå menjadi Najumadinil-Kubrå, yang disertaipelesapan suku kata pertama serta penyingkatan suku kata keempat dan kelima,menjadi Jumadil-Kubrå dengan mengambil padanan nama bulan Jumadil-Ula atau -Ukhrå.Dari segi huruf, terjadi perubahan dari Njm alDyn alKbry menjadi Jmady alKbry,dengan padanan bulan Jmady.
Nama Syèkh Zainal-Kubrå dalamsilsilah itu juga merupakan penyimpangan lain. Nama ini muncul dalam berbagaiteks yang berasal dari seantero pelosok Jåwå sebagai penghubung antara Jumadil-Kubrådengan keluarga Nabi s.a.w.[46]Dalam teks berbahasa Jåwå yang lain, juga ada nama yang dibentuk dengan polayang sama, seperti Zainal-Azim, Zainal-Alim, Zainal-Kabir, Zainal-Husain.[47]
Dari beberapa orang yangdianggap fiktif ini, Jumadil-Kubrå ialah satu-satunya yang diceritakan dalamberbagai legenda yang berkembang dalam kepustakaan yang berbahasa Jåwå. BabadTjerbon tak hanya menyebutnya sebagai kakek moyang Sunan Gunung Jati,melainkan juga Sunan Ampèl, Sunan Bonang, dan bahkan yang dianggap paling Jåwådi antara para wali, Sunan Kalijågå.
“Kocapå kandi asal mulå/ påråwali Jåwå kabèh/ ingkang dhihin Sunan Bonang iku kamulinirå/ pancèn tedhakingRåsul/ saking Syèkh Jumadilkubrå// Jumadilkubrå sisiwi/ lanang ikå kang peparab Syèkh Molana Samsu Tamrès/jumeneng pandhitå Cempå/ akråmå putrå Cempå/ ing kanané wus amasyhur/ pandhitåmustaqim akbar// Paputrå jalu kakalih/hånå nåmå Tubagus Råkhmat/ yaiku Susunan Ampèl/ kalih tubagus ange-Jåwå/ ngajakIslam m(r)ing sang ratu/ Måjåpahit datan karså...” (BabadTjerbon, pupuh 14)
“... kaping sakawan satengah/pårå wali nuså Jawi nami/ Sunan Kali Jågå ulu/ tedhak saking Syèkh Aswa’/Safarana’i kang pancer sang Jumadilmakbur/ ikå nuli puputrå/ Aryå Shådiqingkang nami/ jujuluk Aryå ing Tuban/ apuputrå ikå ingkang pernami/ Radèn AryaTumenggung/Wilåtiktå mengkånå/ Wilåtiktå puputrå Radèn Sahidun/ iku Sunan KaliJågå/...” (Babad Tjerbon, pupuh 15)[48]
{Alkisah dari mana asal mulapara wali Jåwå semua. Yang lebih dulu Sunan Bonang itu sesungguhnya turunanRåsul dari Syaikh Jumadil-Kubrå, yang berputra laki-laki yang bernama Syaikh MawlanaSyamsi Thåbriz menjadi pendeta di Cempå, kawin dengan Putri Cempå. Sejak dulutersohor sebagai pendeta mustakim besar. Berputra laki-laki dua. Ada yangbernama Tubagus Rahmat, yaitu Sunan Ampèl.Kedua anak itu berangkat keJåwå, mengajak Raja Måjåpahit masuk Islam, tidak mau... (Babad Tjerbon, pupuh14)}
{... yang keempat di antarapara wali Nuså Jawi yang bernama Sunan Kalijågå itu turunan Syaikh Aswa’Safarana’i lewat jalur Syaikh Jumadil-Kubrå yang lalu berputra Aryå Shådiqnamanya yang bergelar aryå di Tuban yang beranak bernama Radèn Aryå Wilåtiktåyang berputra Radèn Syahid yang ialah Sunan Kalijågå (Babad Tjerbon, pupuh15)}
Syèkh Aswa’ Safaråna’i dalamnaskah lain disebut Sagharnané. Siapa pula ini? Bagi Martin van Bruinessen,meski kabur, ini menunjukkan hubungan dengan tarekat Kubråwiyyah. Safaråna’i ialahpenyimpangan dari Al-Isfara’ini, kota di Iran bagian timur, yang merupakanpusat penting tarekat tersebut. Tetapi, nama Aswa’ tak ditemukan pada orangbernisbah Isfara’ini.
Kronika Gresik berbahasaJåwå, Babad Gresik, menyebut Jumadil-Kubrå itu kakek Sunan Giri I, yangibunya meninggal waktu melahirkannya dan ayahnya, Mawlana Ishaq, yanggagal mengislamkan mertuanya dan putus asa, pergi ke Malåkå.[49]Demikian juga Babad Tanah Djawi, yang menyebut ayahnya Wali Lanang.[50]Namun, silsilah tarekat Syaththåriyyah abad ke-17 M dari Syaikh ‘Abd al-MuhyiPamijahan, Tasikmalaya selatan, yang mengaku turunan Sunan Giri, menyebut baikMawlana Ishaq maupun Jumadil-Kubrå.[51]
(MMeSeM)
Catatan Kaki:
[1]
Makalah pengantar diskusi ini disampaikandalam acara Ngaji Sosial
Budaya I yang diselenggarakan oleh Gerakan Pemuda (GP)Anshår Genuk dan
Rumah Pendidikan Sciena Madani di Penggaron Lor RT 6 RW 1,Genuk,
Semarang, Jåwå Tengah, pada hari Ahad 13 Oktober 2013 mulai pukul 20:00.
[2]
Saya lahir di Desa Jethis, Kecamatan KotaBlora, Kabupatèn Blora,
pada tanggal 1 Mei 154 bakda adzan maghrib. Karena itu,berdasarkan
kepercayaan Jåwå, saya dicatat lahir pada tanggal 2 Mei 1954. Bidanyang
menolong kelahiran saya menamai saya “Slamet”, sementara
setelahmengadzani saya, Ayah memberi nama saya “moentazhim” yang secara
harfiahbermakna “penulis nazam”, puisi dalam sastra Arab yang khusus
digunakan untukmenulis ilmu. Ayah itu juru kampanye Nahdlatoel Oelama
(NO) pada pemilihan umumpertama di republik ini pada tahun 1955.
[3]
Istilah Wali Sångå tampaknya pernah secararesmi didefinisikan
“dewan wali... yang (untuk namanya) mengambil angkasembilan, yang
sebelum (adanya) pengaruh Islam sudah dianggap angka keramatoleh
masyarakat Jåwå.” Lihat Muhammad Burhan (M.B.) Rahimsyah A.R., WaliSanga,
Penerbit Karya Anda, Surabaya, cetakan pertama, 1994, halaman
136,dengan mengutip Prof. Dr. Nugroho Notosusanto dan Marwati Djoened
Pusponegoro, SejarahNasional Indonesia, edisi keempat, Balai Pustaka, Jakarta, 1984.
[4] Angka tahun antara lain diambil dari ZamrutKhatulistiwa (pemosting), “Raja-raja Jawa Kuno,” dalam http://nusantara-dwipantara.blogspot.com/,Selasa 22 Maret 2011.
[5] Dr. Ong Hean-Tatt, The Chinese Pakua:An Exopse,
Pelanduk Paperback, Pelanduk Publications (M) Sdn.Bhd., PetalingJaya,
Selangor Darul Ehsan, Malaysia, cetakan pertama, 1991, halaman 113.
[6] Misalnya judul buku Lee Khoon Choy, Indonesiadi Antara Mitos dengan Realitas, Penerbitan Pendidikan Singapura, 1979.
[7] Nama ini tersenarai dalam Kiyai Haji (K.H.)Dachlan Abd. Qohar, Wali Sanga, dalam Ibrohim Ghozi, Kenang-KenanganHaul Agung Sunan Ampel Ke-539, Panitia Haul Agung Sunan Ampel, Surabaya,1989, halaman 12, dengan rujukan Kanz al-‘Ulum (harfiah: Gudang Ilmu)karya Ibnu Bathuthåh (h. 1304--1378 M), yang penulisannya diteruskan oleh Mawlana Muhammad Al-Magråbi.
[8] Zamrut Khatulistiwa, op.cit., dalam http://nusantara-dwipantara.blogspot.com/,22 Maret 2011. Lihat juga
[9] Dachlan A.Q., op.cit., dalamIbrohim Ghozi, op.cit., 1989, halaman 12.
[10] Dachlan A.Q., op.cit., dalam IbrohimGhozi, op.cit., 1989, halaman 22.
[11] Prof. Dr. Hasanu Simon, Misteri SyekhSiti Jenar: Peran Wali Songo dalam Mengislamkan Tanah Jawa, PustakaPelajar, Yogyakarta, cetakan pertama, September 2004, halaman.13, denganmengutip Asnan Wahyudi dan Abu Khalid, op.cit., tanpa tahun, yangbersumberkan kitab Kanz al-‘Ulum.
[12] Hasanu Simon, op.cit., September2004, halaman 52
[13] Pangeran Sulaeman Sulendraningrat, BeralihnyaPulau Jawa dari Agama Sanghiyang kepada Agama Islam, diktat, PengguronCaruban Krapyak Kaprabonan Cirebon, Cirebon, 1978, dalam Drs. Yoseph Iskandar,d.k.k., Negara Gheng Islam Pakungwati Cirebon, Padepokan Sapta RenggaCiapus, Banjaran, Bandung, cetakan pertama, Mei 2000, halaman 97--101.
[14]
Kisah ini saya dengar sebagai dongeng ketikasaya masih sekolah di
Taman Kanak-Kanak Perwari, Blora, dan kemudian sayadengar lagi dari guru
saya, Bambang Soenaryo Kayoenpoetra, di Sekolah Rakyat(SR) Negeri No.
2, Jetis, desa tempat saya lahir. Pak Bambang ialah wartawanpertama di
Blora yang menulis untuk harian Suara Merdeka yang terbit diSemarang.
[15] Hasanu Simon, op.cit., September2004, halaman 13.
[16] Otto Sukatno Cr. (penerjemah), ParamayogaRonggowarsito: Mitos Asal-Usul Manusia Jawa, Yayasan Bentang Budaya,Yogyakarta, cetakan pertama, Oktober 2001, halaman 1 dan Pangeran SulaemanSulendraningrat, op.cit., dalam Yoseph Iskandar, d.k.k., op.cit.,Mei 2000, halaman 105.
[17] Prof. Dr. Suripan Sadi Hutomo, Tradisidari Blora, Penerbit Citra Almamater, Semarang, cetakan pertama, 1996,halaman 31--32, dengan mengutip Samin Surasentika, Serat Lampahing Urip.
[18] M. Guntur Shah dan M. Moentadhim S.M. (ed.),op.cit., Januari 2004, halaman 122.
[19] Pangéran Wangsåkertå, Puståkå RajyårajyåI Bhumi Jåwådwipå, parwå I sargå 4, Cirebon, 1687, dan PuståkåRajyårajyå i Bhumi Nusantårå, parwå II sargå
4, Cirebon,1679--1682, dalam Drs. Yoseph Iskandar, Drs. Dedi Kusnadi
Aswin, R. SoenartoMartaatmadja, S.E., Harry Supriadi, Tony S.
Martakusumah, serta H. GozaliSumarta Winata dan Hj. Mutiah Siti
Wulandari (editors), Negara GhengIslam Pakungwati Cirebon, Padepokan Sapta Rengga Ciapus, Banjaran, Bandung,cetakan pertama, Mei 2000, halaman 125--126.
[20] Saya koreksi dari semula Marbaat --GusMoen.
[21] Saya ganti dari aslinya: Kamboja --GusMoen.
[22] H. Sayyid Husein al-Murtadho, Keteladanandan Perjuangan Wali Songo dalam Menyiarkan Agama Islam di Tanah Jawa,penyusun
K.H. Abdullah Zaky al-Kaaf dan Drs. Mamam Abd. Djaliel, CV
PustakaSetia, Bandung, cetakan pertama, Muharram 1420/Mei 1999 M,
halaman 32--33,dengan mengutip Umar Hasyim, Riwayat Maulana Malik Ibrahim, MenaraKudus, Kudus, 1981, halaman 10.
[23] Angka tahun lahir dan wafat saya ambil dariCyril Glasse, op.cit., Desember 1996, halaman 471, 473.
[24] Angka tahun wafat dan lokasi makam sayaambil dari Cyril Glasse, op.cit., Desember 1996, halaman 385 kolom 2.
[25] Cyril Glasse, op.cit., Desember 1996,halaman 385 kolom 2.
[26] Nama ini saya ambil dari bagan silsilah padaCyril Glasse, op.cit., Desember 1996, halaman 469.
[27] Anonim3, “Muhammad Shahib Mirbath,” dalam http://id.wikipedia.org/, terakhir diubahpada 4 Januari 2012. 06:34, bersumberkan kitab:
· al-Masyra'al-Rawy, dan
· Naqåbat al-Asyråf al-Kubrå.
· al-Masyra'al-Rawy, dan
· Naqåbat al-Asyråf al-Kubrå.
[28] Martin van Bruinessen, op.cit., Mei1995, halaman 241, dengan mencontohkan silsilah dalam Muhammad al-Baqir,Pengantar tentang Kaum Alawiyin, dalam Allamah Sayid Abdullah Haddad, ThariqahMenuju Kebahagiaan, Mizan, Bandung, 1986, halaman 45 (dari 11--68).
[29] Martin van Bruinessen, op.cit., Mei1995, halaman 241catatan kaki 39, dengan mengutip Sayyid ‘Alwi ibn Thahir ibn‘Abd Allah al-Haddar al-Haddad, Al-Latha’if: Shadzara Ta’rikhiyya, H.Shaykan bin Salim bin Yahya al-‘Alawi, Pekalongan, 1403 H/1983 M, halaman 4.
[30] Martin van Bruinessen, op.cit., Mei1995, halaman 241--242, dengan mencontohkan silsilah dalam
· Mahayudin Haji Yahaya, Sejarah Orang Syed diPahang, Dewan Bahasa dan Pustaka, Kuala Lumpur, 1984, halaman 40, 47, 50,54--55,
· Muhammad al-Baqir, op.cit., 1986,halaman 17, 42.
· Mahayudin Haji Yahaya, Sejarah Orang Syed diPahang, Dewan Bahasa dan Pustaka, Kuala Lumpur, 1984, halaman 40, 47, 50,54--55,
· Muhammad al-Baqir, op.cit., 1986,halaman 17, 42.
[31] Martin van Bruinessen, op.cit., Mei1995, halaman 242, dengan mengutip
· Sayyid ‘Alwi ibn Thahir ibn ‘Abd Allah al-Haddaral-Haddad, op.cit., 1403 H/1983 M, halaman 6--7,
· Muhammad al-Baqir, op.cit., 1986,halaman 42, yang bersumberkan “laporan penelitian” Sayyid Zain bin AbdullahAlkaf.
· Sayyid ‘Alwi ibn Thahir ibn ‘Abd Allah al-Haddaral-Haddad, op.cit., 1403 H/1983 M, halaman 6--7,
· Muhammad al-Baqir, op.cit., 1986,halaman 42, yang bersumberkan “laporan penelitian” Sayyid Zain bin AbdullahAlkaf.
[32] Saya ganti dari aslinya: Kamboja --GusMoen.
[33] Martin van Bruinessen, op.cit., Mei1995, halaman 242, dengan mengutip Sayyid ‘Alwi ibn Thahir ibn ‘Abd Allahal-Haddar al-Haddad, op.cit., 1403 H/1983 M, halaman 8--11.
[34] Saya ganti dari aslinya: Kamboja --GusMoen.
[35] Martin van Bruinessen, op.cit., Mei1995, halaman 242, dengan meringkas sisa data Sayyid ‘Alwi ibn Thahir ibn ‘AbdAllah al-Haddar al-Haddad, op.cit., 1403 H/1983 M, sesuai dengan baganMuhammad al-Baqir, op.cit., 1986, halaman 45.
[36] Martin van Bruinessen, op.cit., Mei1995, halaman 242.
[37] Martin van Bruinessen, op.cit., Mei1995, halaman 242, dengan mengutip R.B. Serjeant, The Saiyids of Hadramawt,School of Oriental and African Studies, London, 1957, halaman 25--26.
[38] Drs. Adeng, Dra. Wiwi Kuswiah, Drs. HerryWiryono, Drs. Heru Erwantoro, dan Drs. Supratikno Rahardjo, M.Hum., (ed.), KotaDagang Cirebon sebagai Bandar Jalur Sutera,
Proyek Inventarisasi danDokumentasi Sejarah Nasional (PIDSN),
Direktorat Sejarah dan Tata NilaiTradisional Direktorat Jenderal
Kebudayaan Departemen Pendidikan danKebudayaan, Jakarta, Edisi I, 1998,
halaman 203.
[39] Nama istrinya ini saya ambil dari Kalamwadi, op.cit.,1961, halaman 62.
[40] Pangéran Wangsåkertå, Puståkå RajyårajyåI Bhumi Jåwådwipå, parwå I sargå 4, Cirebon, 1687, dan PuståkåRajyårajyå i Bhumi Nusantårå, parwå II sargå
4, Cirebon,1679--1682, dalam Drs. Yoseph Iskandar, Drs. Dedi Kusnadi
Aswin, R. SoenartoMartaatmadja, S.E., Harry Supriadi, Tony S.
Martakusumah, serta H. GozaliSumarta Winata dan Hj. Mutiah Siti
Wulandari (editors), Negara GhengIslam Pakungwati Cirebon, Padepokan Sapta Rengga Ciapus, Banjaran, Bandung,cetakan pertama, Mei 2000, halaman 125--126.
[41] Martin van Bruinessen, op.cit., Mei1995, halaman 26.
[42] Martin van Bruinessen, op.cit., Mei1995, halaman 235.
[43] Martin van Bruinessen, op.cit., Mei1995, halaman 235--236, dengan mengutip, yang disertai catatan:
· Jan Edel, Hikajat Hasanoeddin, disertasi,Universitas Utrecht, B. ten Brink, Meppel, 1938, halaman 125, 149, 253, tanpanama Ja’far Shåddiq,
· J.L.A. Brandes dan D.A. Rinkes, Babad Tjerbon,dalam VBG, 59, Albrecht & Co./Martinus Nijhoff, Batavia/’s Hage,1911, pupuh 13, hanya menyebut satu dari dua Jumadil,
· R.A. Hoesein Djajadiningrat, op.cit.,1913, halaman 17, 106, memuat nama mereka dalam urutan terbalik.
· Jan Edel, Hikajat Hasanoeddin, disertasi,Universitas Utrecht, B. ten Brink, Meppel, 1938, halaman 125, 149, 253, tanpanama Ja’far Shåddiq,
· J.L.A. Brandes dan D.A. Rinkes, Babad Tjerbon,dalam VBG, 59, Albrecht & Co./Martinus Nijhoff, Batavia/’s Hage,1911, pupuh 13, hanya menyebut satu dari dua Jumadil,
· R.A. Hoesein Djajadiningrat, op.cit.,1913, halaman 17, 106, memuat nama mereka dalam urutan terbalik.
[44] Martin van Bruinessen, op.cit., Mei1995, halaman 236, dengan mengutip
· A.J. Wensinck dan Ch. Pellat, Hud, dalam Encyclopaediaof Islam, vol. III, 1967, halaman 537--538,
· S.D. Goitein, Banu Isra’il, dalam Encyclopaediaof Islam, vol. I, 1960, halaman 1020--1022.
· A.J. Wensinck dan Ch. Pellat, Hud, dalam Encyclopaediaof Islam, vol. III, 1967, halaman 537--538,
· S.D. Goitein, Banu Isra’il, dalam Encyclopaediaof Islam, vol. I, 1960, halaman 1020--1022.
[45] Martin van Bruinessen, op.cit., Mei1995, halaman 236, dengan mengutip Hamid Algar, Kubra, dalam Encyclopaediaof Islam, vol. V, 1980, halaman 300--301.
[46]
Mungkin karena adanya hubungan yangprestisius inilah, Amangkurat II
menggunakan nama nobat: Susuhunan RatuAmangkurat Senåpati Ingalaga
Ngabdulrahman Muhammad Zainal-Kubrå. Martin vanBruinessen, op.cit., Mei 1995, halaman 237, dengan mengutip M.C.Ricklefs, War, Culture and Economy in Java, 1677-1726, Allen &Unwin, Sydney, 1993, halaman 273 catatan kaki 2.
[47] Martin van Bruinessen, op.cit., Mei1995, halaman 237 catatan kaki 32, dengan mengutip
· Mohammed Kosasi, Pamidjahan en ZijneHeiligdommen, dalam TBG, 38, 1938, halaman 137, TBG ialah Tijdschriftvoor Indische Taal-, Land- en Volkenkunde, uitgegeven door het KBG, majalahterbitan KBG.
· Umar Hasyim, Sunan Giri dan PemerintahanUlama di Giri Kedaton, Menara Kudus, Kudus, 1979, halaman 15, dan
· Silsilah dalam buku juru kunci makamJumadil-Kubrå di Turgo.
· Mohammed Kosasi, Pamidjahan en ZijneHeiligdommen, dalam TBG, 38, 1938, halaman 137, TBG ialah Tijdschriftvoor Indische Taal-, Land- en Volkenkunde, uitgegeven door het KBG, majalahterbitan KBG.
· Umar Hasyim, Sunan Giri dan PemerintahanUlama di Giri Kedaton, Menara Kudus, Kudus, 1979, halaman 15, dan
· Silsilah dalam buku juru kunci makamJumadil-Kubrå di Turgo.
[48] Martin van Bruinessen, op.cit.,
Mei1995, halaman 237 catatan kaki 33, dengan catatan versi Jawa dan
Sunda yangsudah terbit tak menyebut sama sekali Jumadilkubra:
· S.Z. Hadisutjipto (ed.), Babad Cirebon,Proyek Penerbitan Bacaan dan Sastra Indonesia dan Daerah, Departemen Pendidikandan Kebudayaan, Jakarta, 1979,
· Enoch Hermansoemantri, Babad Cirebon: SebuahGarapan Filologis, Proyek Penelitian dan Pengkajian Kebudayaan Nusantara(Javanologi), Yogyakarta, 1984--1985.
· S.Z. Hadisutjipto (ed.), Babad Cirebon,Proyek Penerbitan Bacaan dan Sastra Indonesia dan Daerah, Departemen Pendidikandan Kebudayaan, Jakarta, 1979,
· Enoch Hermansoemantri, Babad Cirebon: SebuahGarapan Filologis, Proyek Penelitian dan Pengkajian Kebudayaan Nusantara(Javanologi), Yogyakarta, 1984--1985.
[49] Martin van Bruinessen, op.cit., Mei1995, halaman 238, dengan mengutip J.A.B. Wiselius, Historisch Onderzoeknaar de Geestelijke en Wereldlijke Suprematie van Grissé op Midden en Oost JavaGedurende de 16e en 17e Eeuw, dalam TBG, 23, 1876, halaman 467--468(dari 458--509).
[50] Martin van Bruinessen, op.cit., Mei1995, halaman 238, dengan mengutip
· J.J. Meinsma, op.cit., 1941, halaman20--21, dan bandingkan dengan
· James J. Fox, Ziarah Visits to the Tomb ofthe Wali, Founders of Islam on Java, dalam M.C. Ricklefs (ed.), Islam inthe Indonesian Social Context, Centre of Southeast Asia Studies, MonashUniversity, Clayton, Victoria, 1991, halaman 25--28 (dari 19--38).
· J.J. Meinsma, op.cit., 1941, halaman20--21, dan bandingkan dengan
· James J. Fox, Ziarah Visits to the Tomb ofthe Wali, Founders of Islam on Java, dalam M.C. Ricklefs (ed.), Islam inthe Indonesian Social Context, Centre of Southeast Asia Studies, MonashUniversity, Clayton, Victoria, 1991, halaman 25--28 (dari 19--38).
[51] Martin van Bruinessen, op.cit., Mei1995, halaman 238, dengan mengutip Kosasi, op.cit., dalam TBG,38, 1938, halaman 137.
Posting Komentar