{Pengantar: Tahun 1976 termasuk warsa sangat kreatif sepanjang
hidupku, padahal, aku --saat itu pakai nama pena M.Dhim. Sri
Marthawienata-- masih "pupuk bawang". Jatuh cinta saja tak berani
bicara. Kuliah juga gagal. Tapi, hidupku tetap berlanjut, dari menulis
dengan mesin ketik pinjaman. Puji Tuhan!}
cinta terpantek di rel kereta
setiap jengkal berisikan kenangan manis
tak lekang karena panas
tak luluh karena hujan
-- yang hilang tertiup angin malam
bukan cinta namanya
cuma sekadar nafsu dari limpahan birahi
yang membersit dari celah sepi
cinta melekat di lembar bungkus kacang
tiap kolom bertatahkan pengabdian ikhlas
terlahir tanpa pamrih
terpacukan tanpa umpan
-- yang terpana dengan pamrih membara
bukan cinta namanya
cuma sekadar lampias dari tumpahan hasrat
yang menggelegak dari celah serakah
cinta terpaku di permukaan daun teratai
tiap kolom bermanikkan mutiara kebahagiaan
tak porak karena tolak
tak resah karena pisah
-- yang bertepuk sebelah tangan membabibuta dendamnya
bukan cinta namanya
cuma sekadar perang dari dorongan menjajah
yang membahana dari celah ingin menang dengan kuasa mutlak
cinta mengait di pincuk*1) daun pisang kluthuk*2)
tiap helai berintikan pertalian akrab
tercipta tanpa kasta*3)
terwujud tanpa kemelut
-- yang membeda harta benda kuasa diraja
bukan cinta namanya
cuma sekadar pemuas dari tuntutan keakuan
yang melecut-lecut dari celah kepunyadirian*4) yang sempit
cinta terdampar di ujung gelap lorong redup
tiap sudut berhiaskan perasaan senasib sepenanggungan
tak cerai karena rezeki yang tak terbagi
tak buyar karena derita yang di luar nalar
-- yang lari karena terlalu jemu nasib sendu
bukan cinta namanya
cuma sekadar pelarian dari ketidakbetahan bersendiri
yang mendesak-desak dari celah kehakikian makhluk masyarakat*5).
Blora, Sanggar Jangka Langit, 1976.
Catatan Kaki:
*1)
Pincuk (Jawa): wadah dari daun pisang yang dilipat dan disemat
sehingga membentuk lekukan. Lihat Tim Penyusun Kamus (TPK) Pusat
Pembinaan dan Pengembangan Bahasa (P3B), Kamus Besar Bahasa Indonesia
Edisi Kedua, Perum Penerbitan dan Percetakan Balai Pustaka, Jakarta,
cetakan kedelapan, 1996, halaman 770 kolom 1.
*2) Pisang kluthuk
(Jawa): pisang batu atau pisang biji. Lihat W.J.S. Poerwadarminta,
Kamus Umum Bahasa Indonesia, Bagian Kedua Huruf P s/d Z, P.N. Balai
Pustaka, Jakarta, cetakan keempat, 1966, halaman 85 kolom 1. Buahnya
biasanya dipetik saat muda untuk dipakai sebagai bahan campuran rujak.
Daunnya agak berbedak.
*3) Kasta: golongan (tingkat atau
derajat) manusia, khususnya dalam masyarakat Hindu. Ada lima (empat dan
satu) kasta, yakni brahmana (pendeta), ksatria (bangsawan, prajurit),
waisya (pedagang, petani, tukang), sudra (rakyat biasa), dan paria
(tanpa kasta, jembel hina dina). Lihat TPK P3B, op.cit., 1996, halaman
450 kolom 2. Paria dalam bahasa Inggris disebut the outcast, orang yang
diusir dari masyarakat, orang buangan. Lihat John M. Echols dan Hassan
Shadily, Kamus Inggris Indonesia, Cornell University Press, Ithaca dan
London, serta PT Gramedia, Jakarta, cetakan ke-11, Maret 1982, halaman
410 kolom 1.
*4) Yang saya maksud ialah kata lain dari keakuan,
mementingkan diri sendiri. Lihat TPK P3B, op.cit., 1996, halaman 20
kolom 2. Sifat selfish ini didefinisikan: deficient in consideration for
others, concerned chiefly with one’s own personal profit or pleasure,
(of motive etc.) actuated by or appealing to self interest. Lihat F.G.
and H.W. Fowler/R.E. Allen, The Pocket Oxford Dictionary, Clarendon
Press/Oxford University Press, New York, paperback edition, 1985,
halaman 678, kolom 2.
*5) Makhluk masyarakat? Yang saya maksud ialah homo socious: makhluk sosial.
Posting Komentar