Home » » Imam Al-Ghazali: Musik Itu Sarana Peroleh Gairah Akan Tuhan

Imam Al-Ghazali: Musik Itu Sarana Peroleh Gairah Akan Tuhan

Written By Unknown on Rabu, 30 Oktober 2013 | 22.19

Imam Al-Ghazali: Musik Itu Sarana Peroleh Gairah Akan Tuhan

DALAM bukunya, Musik dan Gairah, yang diterjemahkan ke dalam bahasa Inggris menjadi Music and Ecstasy, Imam Abu Hamid Muhammad bin Muhammad Al-Thusi Al Ghazali (1058-1111) menyatakan, “Gairah diperoleh manusia dengan perantaraan mendengar musik.”

Al Ghazali menyatakan musik dan nyanyian itu penting untuk mendapatkan gairah Tuhan. Nyanyian baginya lebih penting ketimbang hanya sekadar membaca Al-Qur’an. Dengan nyanyi dan musik, lebih cepat diperoleh ilham kegairahan dan nikmat Tuhan.

Sebagai penyair jenius, ia sangat menyukai musik yang memberinya inspirasi dalam menulis. “Orang yang tuli tidak mampu menikmati suara merdu dan notasi musik. Keberadaannya sama dengan tidak ada. Sekalipun hadir, ia dianggap telah mati selagi hidup,” katanya dalam bukunya, Al Hikmat fi Makhluqat Allah (Kearifan Makhluk Tuhan), halaman 27.


Menentang Ulama Ortodoks

Yang sangat menggusarkan Al-Ghazali ialah persoalan yang sering dimunculkan oleh ulama ortodoks Islam yang membicarakan boleh-tidaknya mendengar musik dan lagu. Memang, pada masanya dulu, tari perut dengan alunan musik gambus pernah menghiasi rumah megah orang kaya atau terpandang sehingga mereka lupa akan kewajiban.

Kecenderungan penyalahgunaan musik seperti ini tentu saja tergambarkan dalam roman detektif kuno era persaingan antara Mesir dan Rum, Sayyid Nuruddin wal Jariyatuhu Maryama Az-Zunarah (Pangeran Nurdin dengan Budak Beliannya, Maria Pembordir).

Imam yang dijuluki Hujjatul Islam itu sendiri membatasi diri dari yang dianggap dibolehkan. Ia mengatakan mendengar musik dan lagu  itu tidak menjadi masalah, karena mendatangkan hiburan, asalkan tidak membawanya ke perbuatan dosa.

Untuk kesehatan jiwa dan pandangan ke depan, ia menegaskan pendapatnya bahwa tidak mungkin dilarang mendengarkan musik sekadar untuk kesenangan, sebab tak seorang pun menganggap kicauan bul-bul atau burung lain diharamkan. Lagi pula, tidak ada perbedaan antara kerongkongan yang satu dengan yang lain, antara yang hidup dan yang mati. Jadi, kita mesti menganalogikan suara bul-bul dengan suara lain, khususnya suara manusia dan instrumen musik.

Ia mengutip kebiasaan Nabi Dawud (David) alayhi salam, yang berdasarkan legenda Orpheus, meratapi diri sendiri dengan membaca Mazmur (Psalms) dengan suara merdu, menjadikan orang, jin, binatang liar, dan burung biasa berkumpul di sekeliling Dawud mnendengarkan suaranya.

Menurut Al-Ghazali, unta yang secara alami terlihat bodoh sangat tertarik pada lantunan nyanyian unta yang menyebabkan beban berat yang ditanggung terasa ringan. Mendengar musik mampu memberikan tambahan tenaga yang membuat perjalanan jauh seakan-akan pendek dan menghasilkan hiburan yang menyejukkan.
Ketika sang pawang melantunkan nyanyian pemanggil, sang unta pun menggeliatkan lehernya, lalu melangkah cepat, sampai-sampai beban dan pelana di punggungnya terguncang. Bisa jadi, saking gembiranya terangsang suara musik, unta tersebut mati kecepatan langkah dan keberatan beban.


Nyanyian Unta sang Budak

Al-Ghazali pernah pula menceritakan kisah Abu Bakar Muhammad Daud Al-Dinawari yang lebih dikenal sebagai Ar-Raqqi. Dalam perjalanan di padang pasir, Ar-Raqqi berjumpa dengan kafilah Arab. Ia diterima dengan ramah dan diajak masuk ke tendanya.

Di situ, ia melihat seorang budak hitam, sejumlah unta mati di dekatnya, dan satu lagi unta yang lemah, kurus, dan hampir mati. Budak itu memohon, “Sebagai tamu kami, Anda berhak menyampaikan permintaan tentang saya kepada tuan saya, sebab ia menghormati tamunya dan tidak mungkin menolak permintaan Anda yang akan menjadi tanda ikatan.”

Saat makanan dihidangkan, Abu Bakar menolak. “Aku tidak akan makan sampai aku tahu siapa budak ini.”
“Budak ini telah membuatku jatuh miskin dan menghancurkan semua milikku,” jawab tuan rumah. “Ia punya suara merdu, indah. Saya hidup dari menyewakan unta. Dengan kemerduan lantunan suara itu, ia bisa membuat unta yang sarat beban mampu menempuh perjalanan yang semestinya tiga hari menjadi hanya satu malam saja. Tapi, ketika beban diturunkan, semua unta mati, kecuali yang satu ini. Tetapoi, Anda adalah tamuku dan dermi Anda, saya akan berikan apa pun yang Anda minta.”

Abu Bakar pun menyatakan ingin mendengar suara budak itu. Pada pagi hari, ia menyanyikan lagu ketika unta sedang minum di sumur di dekatnya. Unta itu pun marah dan menggigit talinya. Abu Bakar menelungkupkan wajahnya karena ia pernah mendengarkan suara yang menakjubkan itu.

Begitulah, musik berpengaruh terhadap makhluk yang bodoh seperti unta sekali pun. Orang yang tidak tergerak oleh musik bagaikan orang yang memiliki kekurangan, paling tidak ia kurang cita rasa, lebih tidak peka ketimbang unta.

Musik juga mampu memberikan penyegaran hati dan mencegah godaan dan kegelisahan. Musik juga menguatkan kehidupan spiritual. Paling tidak itulah yang dialami Al-Ghazali. Untuk pemahaman lebih jauh, Anda dapat membaca buku Margaret Smith, M.A., Ph.D., Al-Ghazali The Mystic (Pemikiran dan Doktrin Mistis Imam Al-Ghazali), Penerbit Riora Cipta, Jakarta, cetakan pertama, 2000.

Walau bagaimanapun, tingkat tertinggi dari mendengarkan musik, kata Al-Ghazali, ialah mendengarkan nyanyian jiwa dan Tuhan sendiri, menghubungkan diri dengan Tuhan, membangkitkan rindu dan cinta kepada-Nya, sehingga seolah-olah Tuhan menampakkan Diri, dan sang sufi pun dalam keadaan ecstasy (mabuk).

Bandingkan pernyataan ini dengan apa yang dinyatakan penulis modern R. Heber-Newton dalam bukunya, The Mysticism of Music (Mistikisme Musik), halaman empat, yang menganggap musik sebagai indikasi Tuhan beserta kita.

Menghapus dan memadamkan musik, katanya, sama halnya dengan memadamkan cahaya Tuhan (nurullah) yang ada pada diri kita. Musik, menurut Heber-Newton, dapat mengantarkan kita kepada Tuhan. (*/M-1)
Share this article :

Posting Komentar

Translate

Selamat Datang di Sanggar Jangka Langit

JANGKA LANGIT

Pengikut

Popular post

 
Support : Creating Website | Jangka-Langit | Martin
Copyright © 2013. JANGKA LANGIT - All Rights Reserved
Template Created by Creating Website Published by Jangka-Langit
Proudly powered by Jangka-Langit