Home » » “205 HARI BERSAMA SANG DEWA” (Bagian Ketiga: Bab 2. Kapal Layar Jangkung Bertiang Tiga)

“205 HARI BERSAMA SANG DEWA” (Bagian Ketiga: Bab 2. Kapal Layar Jangkung Bertiang Tiga)

Written By Redaksi on Sabtu, 30 November 2013 | 15.56

“205 HARI BERSAMA SANG DEWA” (Bagian Ketiga: Bab 2. Kapal Layar Jangkung Bertiang Tiga)

AKU PERTAMA KALI bertemu dia di Tanjung Priok pada awal 1986. Umurnya tak lagi muda, 34 tahun. Untuk ukuran manusia, usia sekian ini tidaklah uzur, tetapi bagi ukuran kapal, dia sudah sembilan tahun melampaui batas tertinggi ketuaannya yang pertama. Dia bahkan sudah memasuki tahun keenam periode usianya yang kedua, setelah perbaikan hampir menyeluruh di galangan kapal di Singapura pada tahun 1980.

Mestinya kapal layar jangkung (tall ship) bertiang tiga ini, yang diberi nama Kapal Perang Republik Indonesia (KRI) Déwårutji (ejaan kini: Déwåruci), sudah masuk museum, apalagi dua saudari-kembarnya sudah hancur tanpa bekas.

(Belakangan, aku paham pendapat soal usia kapal ini salah. Asal dirawat dengan baik dan berkesinambungan, umur kapal ini bisa bertahan melebihi seabad.)

Konon, pihak negara tempat kapal jenis barkentin[1] ini dirancang dan dibuat,Jerman Barat, --yang pada tahun pembuatan kapal ini, 1952, membangun tiga kapal layar serupa-- dikabarkan pernah mengajukan penawaran untuk membelinya kembali guna dimuseumkan.

Menurut salah satu anak buah kapal (ABK) ini, pihak Bonn bahkan sebagai penggantinya menawarkan satu destroyer (kapal perusak) modern dan berpeluru kendali.

Akan tetapi, lagi-lagi konon, pemerintah Indonesia tidak terbujuk untuk melepas kapal jangkung yang sudah banyak berjasa menetaskan ribuan perwira pelaut yang ulet dan tangguh yang kini mengomandani atau mengawaki kapal perang Republik Indonesia ini.

Sampai datangnya KRI Ki Hajar Dewantara pada tahun 1981, dia merupakan satu-satunya kapal latih yang digunakan untuk mendidik dan menggembleng remaja calon perwira, terutama untuk mematangkan mental dan kekuatan fisiknya, sehingga menjadi pelaut yang tangguh, trampil, dan trengginas.

Kapal ini mulai dibuat di galangan kapal H.C. Stülcken und Sohn, Hamburg, Jerman Barat, pada tahun 1952.[2] Dia diluncurkan pada tanggal 24 Januari 1953 dan dibawa ke Tanah Air oleh para pelaut Indonesia sendiri pada bulan Juli tahun itu.

Sejak itu, kapal jangkung ini dimanfaatkan sebagai sarana pelatihan kadet oleh Institut Angkatan Laut (IAL) yang didirikan pada tanggal 10 September 1951. Nama IAL diubah menjadi Akademi AL (AAL) pada tahun 1956. AAL bergabung dalam Akademi Angkatan Bersenjata Republik Indonesia AkABRI, sewaktu sekolah yang terakhir ini didirikan pada tahun 1966.


(1)  Kapal Muhibah Duta Bangsa

BANYAK LAMAN (website) asing menulis bahwa “The Déwåruci also serves as a goodwill ambassador for the country of Indonesia tothe rest of the world.”[3] {KRI Déwåruci juga bertugas sebagai duta besar muhibah Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) di berbagai belahan dunia.}

Demikianlah, dalam usianya yang ke-34, dia telah melakukan 16 pelayaran muhibah ke luar negeri, termasuk ke New York, Amerika Serikat; dan Vancouver, British Columbia, Canada, pada tahun 1986, ini, dan juga telah puluhan kali mengadakan pelayaran pelatihan di dalam negeri.

Muhibah pertama ke luar negeri dilaksanakan pada bulan Mei--Juli 1957, dari Surabaya menuju Bali, Pulau Christmas, Sabang, Riau, Singapura, Jakarta, dan kembali ke Surabaya, di bawah Komandan Mayor Laut (Pelaut) Frits Suak (d. 1956--1959).

Muhibah kedua masih dipimpin oleh komandan yang sama pada bulan Mei--Juli 1958 ke Kuala Lumpur, Bangkok, Saigon (kini: Ho Chi Minh City), Manila, dan pulang ke Surabaya, sedangkan yang ketiga pada bulan Mei--Juli 1959, dengan rute: Surabaya, Jakarta, Riau, Phnom Penh, Hainan, Hanoi, dan balik ke Surabaya.

Dalam pelayaran samudera keempat pada bulan Mei--Agustus 1961, KRI Déwåruci menuju Freemantle, Adelaide, Melbourne, Jervis Bay, Sydney, Brisbane, Cairus, Port Moresby, Darwin, Surabaya, dengan Komandan Mayor Laut (Pelaut) Rudy Purwana (d. 1959--1961).

Pelayaran muhibah kelima,“Sang Saka Jaya,” dilaksanakan pada bulan Maret--November 1964, dengan Komandan Mayor Laut (Pelaut) H. Soemantri (d. 1962--1965), berkeliling dunia, mengarung iSamudera Hindia, Terusan Suez, Laut Tengah, Samudera Atlantik, New York, Terusan Panama, Samudera Pasifik, untuk mengikuti Bermuda Race.

(Martin Moentadhim S.M.)

[1]      A barquentine or Schooner barque (alternatively barkentine or Schooner bark) is a sailing vessel with three or more masts; with a square rigged foremast and fore-and-aft rigged main, mizzen and any other masts. The term "barquentine" is 17th century in origin, formed from "barque" in imitation of "brigantine", a two-masted vessel square-rigged only on the forwardmast, and apparently formed from the word brig. Lihat Anonim, "Barquentine,"dalam http://en.wikipedia.org/, last modified on 17 November 2013 at 14:29, dengan mengutip
·        "Sailingship rigs, an infosheet guide to classic sailing rigs," Maritime Museum ofthe Atlantic. Archived from the original on 28 December 2010, retrieved 2011-01-15.
·        T F Hoad, ed. (1993). Oxford Dictionary of English Etymology. Oxford: Oxford University Press. p. 34. ISBN 978-0-19-283098-2.
[2]      Pembuatan kapal ini dimulai pada tahun 1932, namun terhenti karena, saat Perang Dunia II, galangan kapal pembuatnya rusak parah. Kapal tersebut akhirnya selesai dibuat pada tahun 1952. Lihat Anonim1, "KRI Dewaruci," dalam http://id.wikipedia.org/, terakhir diubah pada 26 Juni 2013.06:37.
[3]      Lihat, misalnya, Anonim2, “"KRI Dewaruci," dalam http://en.wikipedia.org/, last modified on 31 October 2013 at 06:00.
Share this article :

Posting Komentar

Translate

Selamat Datang di Sanggar Jangka Langit

JANGKA LANGIT

Pengikut

Popular post

 
Support : Creating Website | Jangka-Langit | Martin
Copyright © 2013. JANGKA LANGIT - All Rights Reserved
Template Created by Creating Website Published by Jangka-Langit
Proudly powered by Jangka-Langit