Home » » Teluk Jakarta Bersih, Mungkinkah?

Teluk Jakarta Bersih, Mungkinkah?

Written By Unknown on Senin, 04 November 2013 | 21.41

Teluk Jakarta Bersih, Mungkinkah?

ANDA TIDAK PERLU buru-buru menjawab pertanyaan ini. Kenapa demikian? Yang pertama-tama harus diketahui ialah duduk persoalannya. Bila sudah begini, kunci untuk melihat duduk persoalan itu menjadi lebih penting.

Teluk Jakarta kotor dan tercemar. Pertanyaan mendasar di balik ini ialah kotoran dan cemaran itu datang dari mana? Apakah itu berasal dari Teluk Jakarta sendiri ataukah dari tempat lain? Ternyata, realitas menyatakan mayoritas polutan itu datang dari luar Teluk Jakarta.

Adalah M. Husin Munir, manajer pengelola resort Pulau Bidadari, yang mampu melihat kenyataan itu. Teluk Jakarta “menerima sampah dari Jakarta,” katanya pada konferensi pers dalam rangkaian acara Media Gathering atau Malam Keakraban Antar-Media di pulau yang dikelolanya itu Rabu 22 Juli 2009 siang. Demikian pula dikatakan oleh Ir. H. Abdul Rachman Andit, bupati Kepulauan Seribu, pada malam harinya.

Jadi, persoalan lingkungan Teluk Jakarta bukan disebabkan oleh faktor dalam, melainkan faktor luar. Dengan kata lain, sudut pandang kita perlu ditepatkan. Kenapa begitu? Sering kita salah lihat, persoalannya di luar, tetapi yang kita ubek-ubek untuk dibenahi malahan bagian dalamnya, yang sebenarnya tidaklah terlalu bermasalah.

Dalam pertemuan di Kantor Perserikatan Bangsa (PB, United Nations = UN) di Jakarta hampir sedasawarsa lalu, hadirin telah dibuat terkaget-kaget dan terhenyak. Padahal, cendekiawan Minang, Sumatera Barat, yang bekerja untuk CSI (Environmental and Development in Coastal Regions and Small Islands) UNESCO di Paris, Dr. Yuslan Nur, hanya minta hadirin membandingkan tiga peta.

Yang pertama peta Jakarta dengan sepenggal Teluk Jakarta dan Kepulauan Seribu yang sering digunakan orang untuk membahas persoalan perairan yang kian hari makin kotor itu. Yang kedua peta yang melukiskan wilayah Kepulauan Seribu lengkap, tetapi hanya menyorot sepenggal Jakarta. Yang ketiga peta yang membentang luas dari batas terutara Teluk Jakarta sampai menjorok jauh ke wilayah pegunungan di Jawa Barat, tempat ke-13 sungai yang bermuara di Teluk Jakarta berhulu.

Dengan kata lain, Dr. Yuslan telah membuka mata kita, khususnya agar kita mengubah sudut pandang. Ini terutama sekali untuk menyadari bahwa masalah Teluk Jakarta tidaklah terletak di perairan itu sendiri, melainkan terserak-serak di berbagai kawasan di Jawa Barat.

Setelah akar masalah dan filosofi kunci pemecahannya terpahami, barulah Doktor Yus mengajak orang membuka Draft Project Proposal Environmental Governance and Wise Management Practice for Tropical Coastal Mega-Cities Sustainable Human Development of The Jakarta Metropolitan Area 2000--2004 yang mencakup tak kurang dari 15 kegiatan. Proposal ini sudah dibuat CSI pada tahun 1999.

Redaktur Pelaksana Buletin Lautku, Martin Moentadhim S.M., hadir dalam pertemuan itu sebagai mur kecil dari unsur kampanye penyadaran melalui media massa. Ia menyatakan tidak ingin mengajak Anda membahas terinci ke-15 aktivitas tersebut.

Martin MSM hanya ingin mengajak Anda --siapa pun Anda yang tinggal di wilayah Jakarta, Bogor, Depok, Tangerang, dan Bekasi (Jabodetabek)-- berperan, hanya dengan mengimbau Anda untuk berbudaya bersih di lingkungan tempat Anda sendiri tinggal dan di mana pun sewaktu Anda bermobilitas.

Anda yang perokok, misalnya, sisihkan sedikit uang untuk membeli asbak saku, yang biasanya bergaris tengah 3,5 cm dan tinggi 1,0 cm. Bila isinya sudah penuh, tolong Anda membuangnya ke tempat sampah. Dengan cara ini saja, Anda sudah membantu Proyek Teluk Jakarta Bersih.

Betapa tidak, mari kita bermatematika-ria sedikit. Seandainya ada tiga juta dari (katakanlah:) 20 juta jiwa penduduk Jabodetabek merokok, dalam satu hari, setiap orang menghasilkan abu dan puntung satu asbak saku dengan volume 22/7 x 3,5/2 x 1 cm3 atau 9,625 cm3. Secara akumulatif ini menghasilkan polutan 28.875.000 cm3 atau 28,875 m3.

Seandainya 10 persen saja cemaran abu rokok ini terangkut ke Teluk jakarta, ini berarti akan ada 365 x 2,8875 m3. Wow, betapa mengerikan! Martin tidak berani membayangkan Teluk Jakarta akan tereklamasi oleh abu rokok saja dalam waktu yang relatif singkat.

Tentu saja realitasnya tidak semenakutkan itu. Yang pasti, dengan membuang sampah pada tempatnya, Anda sudah berperan menegakkan budaya bersih yang pada akhirnya kelak akan membuat Teluk Jakarta bersih. Atau: Anda mau berperan lebih jauh? Jawaban untuk pertanyaan yang satu ini bisa panjang bisa juga pendek.

Kantor Jakarta UNESCO (Badan PB untuk Pendidikan, Ilmu Pengetahuan, dan Kebudayaan), melalui proyek yang dikoordinasi oleh Nuning Wirjoatmodjo, misalnya, mengajak kita melakukan daur ulang sampah.

Ini misalnya dapat dilakukan dengan membuat kertas daur ulang atau membuat pupuk bekas cacing yang bahasa kerennya vermi-culture. Keduanya tidak sekadar menegakkan budaya bersih, melainkan juga bernilai ekonomi.

Inti dari proyek ini sebenarnya membangkitkan swadaya masyarakat dalam hal menegakkan budaya bersih, yang diwujudkan dengan pengelolaan sampah yang baik. Di beberapa pasar di Jakarta, UNESCO dengan rincian kegiatan yang sama: daur ulang sampah dan vermi-culture, telah melaksanakan Program Pasar Bersih (Propasih).

Sebenarnya, badan dunia ini hanya sekadar memancing kita untuk melaksanakan apa yang disebut community base management dalam hal pengelolaan sampah sebagai bagian dari upaya penegakan budaya bersih di lingkungan kita masing-masing. Ataukah Anda punya gagasan lain? Silakan!

(Ki Slamet No One)
Share this article :

Posting Komentar

Translate

Selamat Datang di Sanggar Jangka Langit

JANGKA LANGIT

Pengikut

Popular post

 
Support : Creating Website | Jangka-Langit | Martin
Copyright © 2013. JANGKA LANGIT - All Rights Reserved
Template Created by Creating Website Published by Jangka-Langit
Proudly powered by Jangka-Langit