STANDARDISASI INTERNASIONAL BAK mata uang yang memiliki dua sisi.
Sisi baiknya ialah lulusan calon pelaut yang dihasilkan akan berstandar
dunia, sedangkan sisi buruknya sekolahnya terancam ditutup karena tidak
memenuhi persyaratan “baru” tersebut.
Ini terkait
dengan mulai berlakunya Amandemen Manila 2010 The International
Convention on Standards of Training, Certification and Watchkeeping for
Seafarers (STCW: Konvensi Internasional mengenai Tolok Ukur Pelatihan,
Sertifikasi, dan Tugas Jaga bagi Pelaut) 1978 pada tanggal 1 Januari
2012.
Itulah sebabnya Paguyuban Sekolah Menengah
Kejuruan (SMK) Pelayaran Jawa Tengah dan Daerah Istimewa Yogyakarta
(DIY) Manar Bahtera Samudra (MBS) mengadakan pertemuan anggota di SMK
Pelayaran Kalasan di Dusun Ngajeg Tirtamartani, Kalasan, Sleman, DIY,
pada hari Sabtu 22 Februari 2014.
Selain membahas persiapan standardisasi approval (izin),
Paguyuban MBS itu sekaligus juga melakukan sosialisasi penggunaan
simulator kapal. Demikian tertera dalam undangan yang ditandatangani
oleh Hendarto H., sekretaris paguyuban.
Dalam
pertemuan itu, hadir pakar bidang pendidikan kepelautan, Huske Dwi
Gustian (D.G.), yang memberikan penjelasan perihal standardisasi dunia
oleh badan United Nations (UN: Perserikatan Bangsa) tersebut.
Setelah
mendapatkan pengarahan itu, pada akhirnya mau tak mau paguyuban
tersebut, untuk memenuhi tolok ukur International Maritim Organization
(IMO: Badan Maritim Dunia) itu, mengimbau pemerintah --dalam hal ini
Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemdikbud)-- agar membantu
menyediakan simulator kapal bagi SMK Pelayaran.
Kenapa hadirnya alat ini begitu penting dan esensial?
Menurut
Huske D.G., sistem standar mutu kepelautan dievaluasi secara berkala
satu tahun sekali oleh tim audit yang ditunjuk dan dapat mengakibatkan
pembatalan approval (izin) operasi SMK Pelayaran.
Ia mengingatkan bahwa selama ini peralatan pengajaran di SMK Pelayaran hanya merupakan dummy, sehingga tidak bisa dioperasikan. “Apakah gambar ini bagian dari laboratorium atau museum atau gudang penyimpanan?”
Dengan
menunjukkan foto alat peraga dalam bentuk mesin, ia bertanya lebih
jauh, “Mau diapakan mesin-mesin ini? Apakah peralatan bengkel mencukupi
dari jumlah siswa yang ada? Sampai kapan Indonesia bisa bersaing jika
peralatan tidak mendukung?”
Padahal, menurut ia,
tantangan yang sekaligus peluang bagi pelaut Indonesia terbuka untuk
menjadi awak, mulai dari kapal tangki minyak kelas Knock Nevis 458
m(eter), kapal peti kemas kelas Emma Maersk 397 m,kapal bulk carrier
kelas Vale Brasil 362 m, hingga kapal penumpang kelas Allure of the
Seas 360 m atau kapal induk pembawa pesawat terbang kelas USS
Enterprises 341 m.
(*/eSeMM/24022014.10:43).-
(Edukasi) SMK PELAYARAN TUNTUT PENYEDIAAN SIMULATOR KAPAL
Written By Redaksi on Senin, 24 Februari 2014 | 06.39
Label:
edukasi
Posting Komentar