(ketika jiwa membening)
1.
apa yang dibutuhkan lelaki tua ini
bila tidak bau dupa mewangi
menembusi kabut hati
menghapus resah bersisa sunyi?
dengan kebeningan jiwa
menulis kembali sejarah
yang sudah diubah-ubah
demi mengunggulkan ksatrianya
apa tidak dimengerti
betapa kebohongan
menimbulkan penyakit hati
yang menyulut kemarahan?
betapa nilai bening
dirajut dengan pening
oleh jiwa yang panik
untuk sedikit belajar lebih baik
apa kamu pikir
kebajikan tercipta
secara tiba-tiba
tanpa akal diulir?
ada tahap untuk mengubah diri
dari binatang berjalan tegak belaka
yang saling memangsa semuanya
menjadi manusia bermartabat diri!
*08082014.14:47.-
2.
mencari jejak awal peradaban
mendaki pun aku tekadkan
dari kecil takut ketinggian
mau tak mau harus dilupakan
menuju puncak
meniti gelegak
sering menunduk
agar tidak terantuk
menunduk
itu tawaduk
meneliti
mencari bukti
bahwa kita ini
bangsa bahari
mengerti ilmu bintang
agar bisa malang-melintang.
(itu bukan untuk gagah-gagahan
hanya sekadar menjalani kehidupan
bahwa kita bangsa berperadaban
yang memahami kewaskitaan!)
*15082014.02:38.-
3.
ke sawah
meniti pematang
sekali lengah
bisa-bisa terjengkang
untung, sawahnya kering
takut menginjak tanaman
keringat pemaculnya belum kering
masa tanamannya sudah dirusakkan
ingat masa kecil
ketika belajar menanam
tembakau di ladang gersang
Kakek pun memanggil
membawa bibit yang akan ditanam
harapan panen menghasilkan uang
jalan panjang harus ditempuh
memikul air untuk menyiramnya
mengolah tanah tak boleh mengeluh
betapa pun capai melandanya.
(cucu petani jadi penulis
sama-sama mengabdi takdir tertulis!)
*15082014.23:28.-
4.
meniti alur perjuangan
menyibak keremangan
tidak main serang
tidak main terjang
sabar mengolah kesempatan
tidak terjerumus kesempitan
di mana-mana tetaplah bumi Tuhan
karunia bagi yang mau gerakkan tangan
mengolah tanah sama mulianya
dengan mengguratkan kata
jangan cepat jumawa
seolah-olah paling berjasa
keagungan sekarang ini
berkat banjir keringat dahulu hari
berbilang generasi menegakkan martabat
jangan olehmu sekali gerak jadi melarat.
(masihkah ingat nenek moyangmu orang pelaut
menerjang ombak menempuh badai tanpa takut?)
*15082014.23:47.-
5.
ketika terlentang
ke batas langit memandang
jiwa terikat ke bumi
di dasar sungai menyusuri
mengalir sampai jauh
hingga terpaksa menyusut peluh
mencari yang orang lupakan
akar pembentuk peradaban
betapa dalam sejarah Indonesia
mundur ke masa dulu kala
apakah semua itu bisa
diungkapkan kembali ke yang muda
semua tergantung kemauan
juga kedalaman kecerdasan
perlu bantuan keuangan
untuk memperluas pengamatan.
(bila hanya sekadar suka
entah cuma akan sampai di mana.)
*GriyaCiptadi.16082014.02:35.-
**aku di Situs Planggatan, Dusun Tambak, Desa Berjo, Kecamatan Ngargoyoso, Kabupaten Karanganyar, eks Karesidenan Surakarta, Jawa Tengah, Kamis 14 Agustus 2014 jelang tengah hari. (Foto: Pank'Gon mBalela)
1.
apa yang dibutuhkan lelaki tua ini
bila tidak bau dupa mewangi
menembusi kabut hati
menghapus resah bersisa sunyi?
dengan kebeningan jiwa
menulis kembali sejarah
yang sudah diubah-ubah
demi mengunggulkan ksatrianya
apa tidak dimengerti
betapa kebohongan
menimbulkan penyakit hati
yang menyulut kemarahan?
betapa nilai bening
dirajut dengan pening
oleh jiwa yang panik
untuk sedikit belajar lebih baik
apa kamu pikir
kebajikan tercipta
secara tiba-tiba
tanpa akal diulir?
ada tahap untuk mengubah diri
dari binatang berjalan tegak belaka
yang saling memangsa semuanya
menjadi manusia bermartabat diri!
*08082014.14:47.-
2.
mencari jejak awal peradaban
mendaki pun aku tekadkan
dari kecil takut ketinggian
mau tak mau harus dilupakan
menuju puncak
meniti gelegak
sering menunduk
agar tidak terantuk
menunduk
itu tawaduk
meneliti
mencari bukti
bahwa kita ini
bangsa bahari
mengerti ilmu bintang
agar bisa malang-melintang.
(itu bukan untuk gagah-gagahan
hanya sekadar menjalani kehidupan
bahwa kita bangsa berperadaban
yang memahami kewaskitaan!)
*15082014.02:38.-
3.
ke sawah
meniti pematang
sekali lengah
bisa-bisa terjengkang
untung, sawahnya kering
takut menginjak tanaman
keringat pemaculnya belum kering
masa tanamannya sudah dirusakkan
ingat masa kecil
ketika belajar menanam
tembakau di ladang gersang
Kakek pun memanggil
membawa bibit yang akan ditanam
harapan panen menghasilkan uang
jalan panjang harus ditempuh
memikul air untuk menyiramnya
mengolah tanah tak boleh mengeluh
betapa pun capai melandanya.
(cucu petani jadi penulis
sama-sama mengabdi takdir tertulis!)
*15082014.23:28.-
4.
meniti alur perjuangan
menyibak keremangan
tidak main serang
tidak main terjang
sabar mengolah kesempatan
tidak terjerumus kesempitan
di mana-mana tetaplah bumi Tuhan
karunia bagi yang mau gerakkan tangan
mengolah tanah sama mulianya
dengan mengguratkan kata
jangan cepat jumawa
seolah-olah paling berjasa
keagungan sekarang ini
berkat banjir keringat dahulu hari
berbilang generasi menegakkan martabat
jangan olehmu sekali gerak jadi melarat.
(masihkah ingat nenek moyangmu orang pelaut
menerjang ombak menempuh badai tanpa takut?)
*15082014.23:47.-
5.
ketika terlentang
ke batas langit memandang
jiwa terikat ke bumi
di dasar sungai menyusuri
mengalir sampai jauh
hingga terpaksa menyusut peluh
mencari yang orang lupakan
akar pembentuk peradaban
betapa dalam sejarah Indonesia
mundur ke masa dulu kala
apakah semua itu bisa
diungkapkan kembali ke yang muda
semua tergantung kemauan
juga kedalaman kecerdasan
perlu bantuan keuangan
untuk memperluas pengamatan.
(bila hanya sekadar suka
entah cuma akan sampai di mana.)
*GriyaCiptadi.16082014.02:35.-
Situs Planggatan |
**aku di Situs Planggatan, Dusun Tambak, Desa Berjo, Kecamatan Ngargoyoso, Kabupaten Karanganyar, eks Karesidenan Surakarta, Jawa Tengah, Kamis 14 Agustus 2014 jelang tengah hari. (Foto: Pank'Gon mBalela)
Posting Komentar