TERLALU
BANYAK HAL yang terhapus akibat tuduhan bahwa aku melakukan plagiat.
Seolah-olah duniaku runtuh. Aku pun menjadi ingin menghapus masa laluku,
menguburnya dalam-dalam.
Hingga pada suatu hari di Cepu, Rama Jfx Hoeri bertandang ke rumah tinggalan almarhum Ayah di Dusun Bulakan, tepatnya di belakang Stasiun Cepu, yang diresmikan penggunaannya pada tahun 1902, ingatan itu pun samar-samar kembali.
"Mas Martin banyak mengirimkan karya. Sayang, banjir memusnahkan semuanya," kata beliau, yang pada dasawarsa 1970-an menjadi penyiar di radio milik Perhutani di Desa Dengok, Kecamatan Padangan, Kabupaten Bojonegoro.
Hari ini aku membongkar sisa arsip masa itu, ketika aku masih menggunakan nama pena M. Dhim. Sri Marthawienata. Oleh arsip itu, aku teringatkan bahwa aku dulu mulai berkarya dalam dua bahasa: Indonesia dan Jawa.
Aku juga teringatkan bahwa aku dulu menulis drama radio dan novela mini, tepatnya novela alit. Yang ini kebanyakan dimuat di Majalah "Sahabat Pena" yang diterbitkan oleh PN Pos dan Giro di Bandung.
Yang membaca karyaku di majalah bulanan surat-menyurat ini termasuk Darminto M. Soedarmo, yang lebih dikenal sebagai tokoh Lembaga Humor Indonesia (LHI). Terima kasih, Dar.
Inilah salah satu puisi berbahasa Jawa yang aku tulis pada masa itu:
M. Dhim. Sri Marthawienata:
WENGI SÅYÅ NGLANGUT
lemes pepes
ngrumangsani apes
lan nisthå
ugå doså
Gusti...
(ing batin wis thukul tobaté)
nanging,
byar! sènter cumlorot mblerengäké netrå
sinambung tumibané sétan klithik
njur kari gumeriting galar ing ambèn séwan
lan wengi såyå atis
såyå nglangut.
mBlorå, 23 Maret 1974.
kagem kembang kang lelånå ing wengi:
sugeng dalu, mBakyu!
*MMeSeM/ SanggarJangkaLangit.1504201 4.11:11.-
Hingga pada suatu hari di Cepu, Rama Jfx Hoeri bertandang ke rumah tinggalan almarhum Ayah di Dusun Bulakan, tepatnya di belakang Stasiun Cepu, yang diresmikan penggunaannya pada tahun 1902, ingatan itu pun samar-samar kembali.
"Mas Martin banyak mengirimkan karya. Sayang, banjir memusnahkan semuanya," kata beliau, yang pada dasawarsa 1970-an menjadi penyiar di radio milik Perhutani di Desa Dengok, Kecamatan Padangan, Kabupaten Bojonegoro.
Hari ini aku membongkar sisa arsip masa itu, ketika aku masih menggunakan nama pena M. Dhim. Sri Marthawienata. Oleh arsip itu, aku teringatkan bahwa aku dulu mulai berkarya dalam dua bahasa: Indonesia dan Jawa.
Aku juga teringatkan bahwa aku dulu menulis drama radio dan novela mini, tepatnya novela alit. Yang ini kebanyakan dimuat di Majalah "Sahabat Pena" yang diterbitkan oleh PN Pos dan Giro di Bandung.
Yang membaca karyaku di majalah bulanan surat-menyurat ini termasuk Darminto M. Soedarmo, yang lebih dikenal sebagai tokoh Lembaga Humor Indonesia (LHI). Terima kasih, Dar.
Inilah salah satu puisi berbahasa Jawa yang aku tulis pada masa itu:
M. Dhim. Sri Marthawienata:
WENGI SÅYÅ NGLANGUT
lemes pepes
ngrumangsani apes
lan nisthå
ugå doså
Gusti...
(ing batin wis thukul tobaté)
nanging,
byar! sènter cumlorot mblerengäké netrå
sinambung tumibané sétan klithik
njur kari gumeriting galar ing ambèn séwan
lan wengi såyå atis
såyå nglangut.
mBlorå, 23 Maret 1974.
kagem kembang kang lelånå ing wengi:
sugeng dalu, mBakyu!
*MMeSeM/
Posting Komentar