MUNGKIN
SUSAH MENERIMANYA. Ini catatan pengalaman seumur hidup orang yang
senantiasa ditolak. Orang ini tak punya pilihan. Seakan-akan buih, ia
hanya bisa mengikuti aliran takdir. Buih? Ya, buih, betapa tak berdayanya ia.
"Bacalah!" Itu perintah Tuhan. Tetapi, ketika ia mengumpulkan buku sebagai bahan bacaan, ia seakan-akan dikutuk seisi kampung, terutama keluarga-besarnya. Untuk seusianya, dari SD hingga SMP, komik dan novel dikumpulkannya. Saat SMA, ia mulai membaca... buku filsafat, baik dari Timur maupun Barat.
Semangat filsafat ialah mencurigai segala otoritas. Demikian dikatakan oleh Dr. Sir Muhammad Iqbal dalam buku kumpulan ceramahnya. Buku ini dibacanya ketika salah satu kakak misannya "numpang" di rumah orang tuanya.
Kali ini yang terjadi lebih parah lagi. "NgGege mangsa," kata kebanyakan orang. Anak lulusan SMA membaca buku filsafat... masih salah juga.
Untung, ia lahir di Blora, kabupaten tempat Saminisme "berkembang diam-diam di bawah tekanan". Jadi, ia pun tak peduli, meski terasa pedih di hati. Tepatnya, ia pun "nggendheng" (harfiah: menggila). Itulah, yang pasti, ketika senantiasa tertolak, ia tetap menyintas ("to survive" in English), bertahan hidup.
Caranya yang khas itu dapat disebut "short-cut", tetapi dalam bahasa Jawa, dia diistilahkan "mrojol di akerep" (tetap keluar dalam tapis ketat). Dengan kata lain, negasi juga jalan kreatif. Masih banyak penjelasan dalam khazanah kultur Jawa, misalnya "sastra pinedhati", "ngelmu kuwalik". Salam.
(DePe.TelukAngsan.14062014.21:39).-
"Bacalah!" Itu perintah Tuhan. Tetapi, ketika ia mengumpulkan buku sebagai bahan bacaan, ia seakan-akan dikutuk seisi kampung, terutama keluarga-besarnya. Untuk seusianya, dari SD hingga SMP, komik dan novel dikumpulkannya. Saat SMA, ia mulai membaca... buku filsafat, baik dari Timur maupun Barat.
Semangat filsafat ialah mencurigai segala otoritas. Demikian dikatakan oleh Dr. Sir Muhammad Iqbal dalam buku kumpulan ceramahnya. Buku ini dibacanya ketika salah satu kakak misannya "numpang" di rumah orang tuanya.
Kali ini yang terjadi lebih parah lagi. "NgGege mangsa," kata kebanyakan orang. Anak lulusan SMA membaca buku filsafat... masih salah juga.
Untung, ia lahir di Blora, kabupaten tempat Saminisme "berkembang diam-diam di bawah tekanan". Jadi, ia pun tak peduli, meski terasa pedih di hati. Tepatnya, ia pun "nggendheng" (harfiah: menggila). Itulah, yang pasti, ketika senantiasa tertolak, ia tetap menyintas ("to survive" in English), bertahan hidup.
Caranya yang khas itu dapat disebut "short-cut", tetapi dalam bahasa Jawa, dia diistilahkan "mrojol di akerep" (tetap keluar dalam tapis ketat). Dengan kata lain, negasi juga jalan kreatif. Masih banyak penjelasan dalam khazanah kultur Jawa, misalnya "sastra pinedhati", "ngelmu kuwalik". Salam.
(DePe.TelukAngsan.14062014.21:39).-
Posting Komentar