KALAU SAYA DITANYA: siapa
perempuan paling cantik sedunia? Jawaban saya ialah Tsunadé, hokagé
kelima dalam dunia petualangan Naruto. Kenapa demikian? Dia bisa
menghargai manusia segoblok dan sengotot Naruto. Masih banyak lagi
alasan yang menjadikannya layak menjadi wanita pemimpin.
Sayang, Tsunadé itu tak nyata. Juga Naruto yang pantang menyerah dan setia kawan, terutama yang senasib dan sepenanggungan. Walau bagaimanapun, berkat kepercayaan Tsunadé, Naruto pun menjadi pejuang yang tangguh, yang dalam keterbatasannya dapat juga menjadi pahlawan.
Dari dunia sejarah, saya suka Kartini. Saya tak peduli dia radèn ayu atau bukan. Saya tak peduli dia akhirnya mau dijodohkan. Saya bahkan tak peduli dia “dicetak” oleh pemerintah Hindia Belanda untuk jadi “pahlawan emansipasi perempuan”.
Sangat jarang, bagi saya, ada perempuan yang bisa menulis tiga kutipan berikut ini.
• “Orang tentu mengira saya senang dengan selalu mengatakan bahwa saya menulis indah. Apa gunanya bagi saya? Saya ingin tulisan saya meninggalkan kesan yang menetap!”
• “Saya ingin mengatakan sesuatu yang tajam dan sengit tentang idealen. Kadang-kadang jari-jari saya gatal untuk menuliskan… pikiran itu, bukan saja untuk saya dan… pengikut saya yang setia, tapi juga untuk melontarkannya ke muka… orang lain.”
• “Banyak, ya: segalanya, dapat orang ambil dari kita, (dari saya), tapi bukan pena saya. Pena saya tetap milik saya dan saya akan berlatih dengan rajin mempergunakan senjata itu!”
Sayang, Kartini hanya bertahan sampai usia dua puluh lima tahun. Dia meninggal hanya beberapa hari setelah melahirkan anaknya satu-satunya. Dia hanya menapaki hidup dari tanggal 21 April 1879 hingga tanggal 17 September 1904.
Berkat Kartini, dunia perempuan Jåwå tak lagi hanya sebatas tembok rumah. Karena tulisannya yang mencerahkan dan perjuangannya yang sangat terbatas, perempuan Jåwå bisa bebas dari kungkungan adat, bisa bebas duduk di bangku sekolah, tidak lagi dipingit, tidak lagi harus mau dinikahkan dengan laki-laki yang tak dikenal, dan tidak harus bersedia dimadu.
Kartini itu manusia pilihan zaman. Boleh jadi ada beberapa perempuan Jåwå, apalagi Indonesia, yang lebih hebat darinya. Tetapi, dialah yang terpilih, dialah yang berada di tempat yang tepat dan pada saat yang sesuai pula. Boleh jadi dia hanyalah sekadar pengungkit. Tetapi, dialah peletak dasar perjuangan pembebasan kaum perempuan.
Kartini memang hanyalah manusia biasa yang terbatas dalam takdirnya. Tetapi, pinjam kisah jin yang tersumbat dalam botol, dia telah berhasil membuka tutup botol yang memungkinkan jin itu keluar dan bergerak mengubah jalan sejarah, khususnya bagi kaumnya.
Sekali lagi, Kartini, Tsunadé, dan Naruto itu manusia terpilih. Sekarang, jadikanlah dirimu, dengan cara apa pun, manusia terpilih. Jembatan itu memang alat bagimu untuk menyeberang. Tetapi, setelah kamu berada di seberang, kamu tidak harus menghancurkan jembatan itu kan?
Sayang, Tsunadé itu tak nyata. Juga Naruto yang pantang menyerah dan setia kawan, terutama yang senasib dan sepenanggungan. Walau bagaimanapun, berkat kepercayaan Tsunadé, Naruto pun menjadi pejuang yang tangguh, yang dalam keterbatasannya dapat juga menjadi pahlawan.
Dari dunia sejarah, saya suka Kartini. Saya tak peduli dia radèn ayu atau bukan. Saya tak peduli dia akhirnya mau dijodohkan. Saya bahkan tak peduli dia “dicetak” oleh pemerintah Hindia Belanda untuk jadi “pahlawan emansipasi perempuan”.
Sangat jarang, bagi saya, ada perempuan yang bisa menulis tiga kutipan berikut ini.
• “Orang tentu mengira saya senang dengan selalu mengatakan bahwa saya menulis indah. Apa gunanya bagi saya? Saya ingin tulisan saya meninggalkan kesan yang menetap!”
• “Saya ingin mengatakan sesuatu yang tajam dan sengit tentang idealen. Kadang-kadang jari-jari saya gatal untuk menuliskan… pikiran itu, bukan saja untuk saya dan… pengikut saya yang setia, tapi juga untuk melontarkannya ke muka… orang lain.”
• “Banyak, ya: segalanya, dapat orang ambil dari kita, (dari saya), tapi bukan pena saya. Pena saya tetap milik saya dan saya akan berlatih dengan rajin mempergunakan senjata itu!”
Sayang, Kartini hanya bertahan sampai usia dua puluh lima tahun. Dia meninggal hanya beberapa hari setelah melahirkan anaknya satu-satunya. Dia hanya menapaki hidup dari tanggal 21 April 1879 hingga tanggal 17 September 1904.
Berkat Kartini, dunia perempuan Jåwå tak lagi hanya sebatas tembok rumah. Karena tulisannya yang mencerahkan dan perjuangannya yang sangat terbatas, perempuan Jåwå bisa bebas dari kungkungan adat, bisa bebas duduk di bangku sekolah, tidak lagi dipingit, tidak lagi harus mau dinikahkan dengan laki-laki yang tak dikenal, dan tidak harus bersedia dimadu.
Kartini itu manusia pilihan zaman. Boleh jadi ada beberapa perempuan Jåwå, apalagi Indonesia, yang lebih hebat darinya. Tetapi, dialah yang terpilih, dialah yang berada di tempat yang tepat dan pada saat yang sesuai pula. Boleh jadi dia hanyalah sekadar pengungkit. Tetapi, dialah peletak dasar perjuangan pembebasan kaum perempuan.
Kartini memang hanyalah manusia biasa yang terbatas dalam takdirnya. Tetapi, pinjam kisah jin yang tersumbat dalam botol, dia telah berhasil membuka tutup botol yang memungkinkan jin itu keluar dan bergerak mengubah jalan sejarah, khususnya bagi kaumnya.
Sekali lagi, Kartini, Tsunadé, dan Naruto itu manusia terpilih. Sekarang, jadikanlah dirimu, dengan cara apa pun, manusia terpilih. Jembatan itu memang alat bagimu untuk menyeberang. Tetapi, setelah kamu berada di seberang, kamu tidak harus menghancurkan jembatan itu kan?
Posting Komentar