DAPATKAH ANDA JUJUR menjawab pertanyaan berikut: apa yang Anda rasakan ketika perayaan nasional Hari Kartini pada setiap tanggal 21 April diisi dengan tradisi berpakaian nasional kebaya, lomba masak, dan peragaan busana?
Ini kisah dari daerah yang sangat patriotik, Seroja, Bekasi Utara, Kota Bekasi, kompleks pejuang pembebasan Timor Timur. Seorang pemuda berdarah Kebumen anak turun salah satu patriot tersebut berani jujur, bahkan marah-marah. Stt, ia biasa turun ke jalan, menjadi demonstran atau pengunjuk rasa.
“Apa sih jasa Kartini? Pejuang emansipasi wanita? Dia kan hanya menulis surat? Dia kan tetap menjalani kawin paksa,” katanya penuh emosi, pada suatu ketika selepas siaran radio bersama penulis.
Kepadanya pun penulis jelaskan apa yang diperbuat oleh Raden Ajeng (R.A.) Kartini secara nyata. Misalnya mengajar anak-anak di sekitarnya membaca dan menulis. Dia juga menggali kembali ketrampilan mengukir kayu dan mengajarkannya kepada para pemuda.
Anak Seroja yang patriotik itu tetap saja tidak mau mengerti. Kartini memang berjuang di alam pemikiran, mendobrak cara bernalar kuna, orang Jawa khususnya, dan bangsa Indonesia pada umumnya ketika itu. Dia mengangkat pena, bukan senjata seperti ayah pemuda demonstran itu.
Perjuangannya memang abstrak. Dalam surat-surat itu, Kartini menulis impian akan bayangan masa depan yang diangan-angankannya. Adakah keberhasilan di dunia ini yang tidak didahului dengan impian, angan-angan, yang bahasa canggihnya visi?
Agaknya anak muda sekarang perlu diajar kembali cara menghargai perjuangan batin. Penekanan bahwa kemerdekaan Indonesia dicapai melalui revolusi atau angkat senjata, walau alatnya kebanyakan bambu runcing, telah memberikan kesan yang keliru. Mereka harus diberi tahu bahwa perjuangan di alam pemikiran sama pentingnya dengan angkat senjata.
Antara Ingin Berontak dan Cinta Bapak
Kartini ingin memberontak, tapi dia masih menenggang perasaan orang tuanya. Ini tecermin dalam suratnya kepada Nona Stella Zoohandelaar. Berikut ini petikannya.
“Manakan aku akan menang, bila tiada aku berjuang? Manakan aku akan mendapat, bila tiada aku cari? Tiada berjuang, tiada menang! Aku akan berjuang, Stella! Aku tiada gentar karena keberatan dan kesukaran, rasaku cukup kuatnya aku akan mengalahkan sekaliannya itu. Tetapi, ada yang sungguh aku segani, Stella, aku sayang akan Bapak dengan segenap sukmaku. Belum tentu hatiku, entah akan beranikah aku meneruskan kehendakku, bila akan melukai hatinya, hatinya yang kasih sayang kepada kami itu!”
Dalam prakata buku kumpulan suratnya, "Door Duisternis tot Licht" (Habis Gelap Terbitlah Terang), Direktur Departemen Pengajaran Agama dan Kerajinan saat itu, Mr. J.H. Abendanon, menyatakan ia memahami jiwa Kartini. “Saya terutama tertarik akan surat-surat Kartini yang mengandung pemikiran dan rasa hati yang sangat luhur. Tekadnya untuk mengusahakan kebahagiaan serta kemakmuran rakyat, terutama kaumnya, sangat kuat sekali.”
Demikian pula salah satu sahabat penanya, Nyonya Ovink Soor. Dia ini menulis pada harian "De Hollandsche Lelie" terbitan 30 November 1904. “Yang dapat kusaksikan tak lain ialah kemuliaan hatinya. Selamanya beliau ikhlas mengorbankan diri dan mencintai pengorbanan. Yang diutamakan oleh beliau hanya kebahagiaan serta kemakmuran bagi orang lain, bukan bagi dirinya sendiri. Anda akan tetap kukenang selama hayatku.”
Lebih dari itu, pandangan Kartini tentang agama mengundang kekaguman Ibu Negara Amerika Serikat ketika itu, Eleanor Roosevelt. “Saya senang sekali memperoleh pandangan tajam yang diberikan oleh surat-surat ini. Satu catatan kecil dalam salah satu surat itu menurut saya merupakan sesuatu yang patut kita semua ingat. Kartini katakan: ‘Kami merasa bahwa inti dari semua agama adalah hidup yang benar, dan bahwa semua agama itu baik dan indah. Akan tetapi, wahai umat manusia, apa yang kalian perbuat dengan dia?’ Daripada mempersatuan kita, agama sering sekali memaksa kita berpisah dan bahkan gadis yang muda ini menyadarinya bahwa dia harus menjadi kekuatan pemersatu.”
Apa arti semua komentar dan cuplikan tulisan Kartini ini? Bangsa lain begitu menghargai Kartini, marilah kita menghargainya juga dengan cara mencoba mewujudkan cita-citanya: kemakmuran bagi kita semua. Dan juga menggunakan agama sebagai kekuatan pemersatu.
Sanggar Jangka Langit, Friday, April 11, 2008.11:24:45.
Posting Komentar